Dinkes Batang Catat 155 Kasus Baru HIV/AIDS Sepanjang 2025, Tiga Diantaranya Anak-Anak
Ilustrasi. Penderita HIV AIDS di Kabupaten Batang Bertambah pada tahun 2025 ini.-Pixabay-Disway
BATANG — Dinas Kesehatan Kabupaten BATANG mencatat temuan kasus baru infeksi HIV/AIDS pada 2025 mencapai 155 orang hingga bulan Oktober. Dari jumlah tersebut, tiga pasien merupakan anak-anak yang dinilai belum memahami risiko penularan.
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Kesehatan Batang, Ida Susilaksmi, mengungkapkan komposisi berdasarkan jenis kelamin, yaitu 81 kasus pada laki-laki dan 74 pada perempuan. Secara kumulatif, jumlah Orang dengan HIV (ODHIV) yang masih hidup dan terdata hingga Oktober 2025 sebanyak 1.059 orang.
"Penemuan kasus ini hasil screening agresif yang kami lakukan secara berkelanjutan pada populasi kunci untuk efektivitas deteksi dini," kata Ida pada awak media di Kantor Dinkes Kabupaten Batang, Senin (1/12/2025).
Screening tersebut, lanjutnya, telah menjangkau 11.645 orang dari populasi kunci sepanjang Januari hingga Oktober 2025. Kelompok yang menjadi sasaran meliputi ibu hamil, pekerja seks perempuan, lelaki yang berhubungan seks dengan lelaki (LSL), pengidap tuberkulosis (TBC), warga binaan lembaga pemasyarakatan, waria, dan pengguna napza suntik.
BACA JUGA:Inovasi Olah Minyak Jelantah PKK Batang Raih Sorotan di Ajang ICS Award 2025
BACA JUGA:Digelar di Batang, ICSA 2025 Dorong Perusahaan di Indonesia Kian Sustainable
Ida menekankan keterkaitan erat antara HIV dan TBC karena saling melemahkan sistem kekebalan tubuh. "Penderita HIV wajib diskrining TBC, demikian pula sebaliknya. Keduanya saling terkait," tegasnya.
Stigma Hambat Penanganan
Di luar tantangan medis, Ida menyoroti persoalan sosial yang masih membayangi, yaitu stigma dan diskriminasi terhadap ODHIV. Penyakit ini kerap dianggap sebagai "kutukan", padahal banyak penularan terjadi pada kelompok yang tidak terlibat perilaku berisiko tinggi, seperti anak-anak dan ibu rumah tangga.
"Stigma justru membuat penderita enggan berobat. Akibatnya, risiko penyebaran semakin tinggi," ujarnya.
Ia juga meluruskan sejumlah miskonsepsi yang beredar di masyarakat, seperti anggapan bahwa HIV dapat menular melalui penggunaan toilet bersama, bersalaman, atau berbagi ruangan. Penularan, jelas Ida, hanya terjadi melalui kontak seksual berisiko, transfusi darah terkontaminasi, dan penggunaan jarum suntik tidak steril.
Edukasi dan Pendampingan Jadi Strategi Utama
Berbagai upaya dilakukan untuk menekan laju infeksi, mulai dari edukasi berkelanjutan, penyuluhan melalui puskesmas, program Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR), hingga kampanye digital di media sosial.
Dinkes juga berkoordinasi dengan Komisi Penanggulangan AIDS (KPA), Badan Narkotika Nasional (BNN), dan sejumlah lembaga lain.
"Intinya adalah edukasi, sosialisasi, dan penyebarluasan informasi tentang bahaya HIV/AIDS serta pentingnya skrining," kata Ida.
Namun, tantangan lain muncul dari sisi kepatuhan berobat. Banyak pasien yang berhenti mengonsumsi obat antiretroviral (ARV) setelah kondisi membaik karena merasa sehat.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:

