BATANG – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Batang melalui Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) dan Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) mengambil langkah tegas untuk menertibkan pemasangan utilitas, khususnya jaringan telekomunikasi, di ruang milik jalan (RMJ) daerah.
Kebijakan ini diambil sebagai respons atas maraknya penyedia layanan yang memasang infrastruktur secara tidak berizin, yang dinilai mengganggu estetika kota dan berpotensi menimbulkan gangguan.
Kepala Bidang Jalan dan Jembatan DPUPR Kabupaten Batang, Endro Suryono, menegaskan bahwa setiap perusahaan provider yang memanfaatkan ruang bawah tanah, permukaan, maupun udara di atas jalan daerah secara hukum wajib untuk mengantongi izin dan membayar kewajiban retribusinya. Besaran retribusi yang ditetapkan adalah sebesar Rp 280.000 untuk setiap meter persegi area yang digunakan.
“Kebijakan penertiban ini memiliki landasan hukum yang kuat, yakni Perda tentang Jalan Daerah dan Perda tentang Retribusi. Tujuannya tidak semata untuk mengoptimalkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), tetapi lebih luas untuk menciptakan keteraturan dan keamanan dalam pemanfaatan aset publik,” ujar Endro di Kantor DPUPR Kabupaten Batang, Rabu 20 Agustus 2025.
BACA JUGA:BKPSDM Batang Ajukan 3.000 Formasi untuk PPPK Paruh Waktu, Tunggu Verifikasi Pusat
BACA JUGA:KEK Industropolis Batang Perkuat Sinergi Pemerintah dan Industri di HUT Jawa Tengah ke-80
Endro memaparkan bahwa total panjang ruas jalan di wilayah Kabupaten Batang mencapai 450 kilometer. Dari jumlah tersebut, sekitar 50 kilometer di antaranya teridentifikasi telah dipasangi berbagai jaringan utilitas, dengan banyak yang belum memenuhi syarat administratif.
Endro merincikan dua peraturan daerah yang menjadi pijakan operasional. Pertama, Perda Kabupaten Batang Nomor 3 Tahun 2024 Pasal 30, yang menyatakan bahwa jalan daerah memiliki ruang pemanfaatan yang penggunaannya, termasuk untuk jaringan utilitas, harus dilengkapi dengan izin sesuai ketentuan.
Kedua, Perda Retribusi Nomor 8 Tahun 2023, yang secara khusus mengatur pungutan retribusi untuk konstruksi tiang dan instalasi jaringan telekomunikasi.
“Para penyedia jasa atau provider kami beri batas waktu satu bulan, terhitung sejak hari ini, 20 Agustus, hingga 20 September 2025, untuk segera mengurus perizinan dan menyelesaikan kewajiban retribusinya. Apabila setelah tenggat waktu tersebut tidak ada itikad baik untuk mematuhi aturan, maka tindakan tegas akan kami jalankan. Sanksinya dapat berupa denda administratif hingga pemutusan paksa jaringan yang masih ilegal,” tegas Endro.
Selain aspek penegakan hukum dan penambahan PAD, langkah penertiban ini juga bertujuan memperbaiki wajah tata kota. Selama ini, kabel-kabel yang bergelantungan dan tiang-tiang yang dipasang semaunya dinilai merusak pemandangan kota serta dapat membahayakan keselamatan pengguna jalan, khususnya pejalan kaki di trotoar.
Endro mengungkapkan bahwa dari banyaknya perusahaan yang beroperasi, saat ini baru dua provider yang telah aktif mengurus proses perizinan, yaitu Iforte dan FiberStars. Sementara itu, perusahaan-perusahaan besar, termasuk operator telekomunikasi ternama, masih belum memenuhi kewajiban tersebut.
“Peraturan ini bersifat universal dan tidak membeda-bedakan. Semua penyedia utilitas, baik itu Badan Usaha Milik Negara (BUMN), BUMD, maupun perusahaan swasta, wajib tunduk pada aturan yang berlaku selama mereka beroperasi dan memanfaatkan ruang milik jalan,” tegasnya.
Masyarakat umum juga diimbau untuk dapat berperan serta dengan mendukung langkah penertiban ini. Koordinasi dari semua pihak dinilai krusial untuk menciptakan tata kelola kota yang lebih rapi, aman, dan indah.
“Pada hakikatnya, ini adalah langkah untuk kepentingan bersama. Bukan sekadar mencari tambahan pendapatan daerah, melainkan investasi jangka panjang untuk menciptakan lingkungan jalan yang tertib, selamat, dan nyaman bagi seluruh masyarakat Kabupaten Batang,” pungkas Endro menutup pernyataannya.