KOTA - Menjadi salah satu sekolah yang mendapatkan Penghargaan Adiwiyata tingkat daerah, SMPN 8 Kota Pekalongan berupaya total dalam mewujudkan sekolah yang peduli dan berbudaya lingkungan. Dimulai pada tahun ajaran 2018/2019, secara bertahap SMPN 8 membangun dan menanamkan kepedulian dan budaya lingkungan kepada seluruh warga sekolah. Dari upaya yang dijalankan, hanya berselang satu tahun, tepatnya pada 1 November 2019, SMPN 8 Pekalongan menjadi salah satu sekolah yang meraih Penghargaan Adiwiyata tingkat daerah.
Penghargaan itu kemudian mendorong semangat seluruh mewujudkan sekolah berbudaya lingkungan makin menguat. Sehingga berbagai inovasi dan pengembangan terus dilakukan. Tak semata mengejar penghargaan Adiwiyata tingkat provinsi, tapi sekolah yang terletak di Jalan Perintis Kemerdekaan itu ingin benar-benar mewujudkan sekolah berbudaya lingkungan sehingga memberikan dampak terhadap kelestarian dan kesehatan lingkungan terutama di sekitar sekolah.
"Kami terus berupaya untuk menanamkan dan melaksanakan gerakan Peduli dan Berbudaya Lingkungan Hidup di Sekolah (PBLHS) sampai seluruh warga sekolah paham dan terbiasa menjalankanya. Ketika semua sudah paham dan gerakan PBLHS tertanam di seluruh warga sekolah, maka harapanya dapat terwujud lingkungan yang nyaman dan sehat di sekolah," tutur Kepala SMPN 8 Pekalongan, Yeti Eka Erawati MPd.
Untuk mewujudkan tujuan itu, SMPN 8 Pekalongan telah menjalankan empat komponen utama dalam upaya tersebut yakni kebijakan sekolah yang peduli dan berbudaya lingkungan, kurikulum yang berbasis lingkungan dan diintegrasikan dengan penerapan Perilaku Ramah Lingkungan Hidup (PRLH), menyediakan sarana dan pra sarana pendukung sekolah ramah lingkungan, serta menyusun kegiatan lingkungan berbasis partisipatif kolaboratif di skeolah untuk menjadi sumber pembelajaran.
Berbagai inovasi juga dilakukan. Seperti pembuatan greenhouse sebagai media dan sarana pembelajaran. Greenhouse berisi ekosistem tumbuhan dengan berbagai jenis. Dikatakan Yeti, greenhouse tersebut dapat dimanfaatkan oleh seluruh guru sebagai media pembelajaran. Kemudian, SMPN 8 Pekalongan juga telah memiliki sistem pemanen air hujan. Yakni melalui pembangunan instalasi untuk menampung air hujan sehingga dapat dimanfaatkan.
"Saat ini kami sudah memiliki satu sistem dan rencananya akan membuat dua lagi. Satu sistem yang sudah terbangun, dapat menampung air hujan yang selanjutnya digunakan untuk air wudhu. Limbah air dari sisa air wudhu ini, kemudian ditampung dalam bak yang selanjutnya dimanfaatkan untuk mengairi kolam ikan. Kami punya dua kolam ikan yakni kolam ikan hias dan kolam ikan budidaya yang juga dimanfaatkan sebagai media pembelajaran," jelasnya.
Selanjutnya, SMPN 8 Pekalongan juga membangun sistem komposter sebagai bagian dari pengelolaan sampah. Sekolah menyediakan tiga tempat sampah yang berbeda di setiap kelas untuk pemilahan awal. Selain itu, juga disediakan satu tempat sampah berbeda di luar kelas khusus untuk sampah benda keras. Dari pemilahan itu, jenis sampah yang dapat dimanfaatkan akan diolah kembali. Seperti sampah organik akan dibuat kompos dan sampah anorganik akan dimanfaatkan untuk membuat berbagai barang olahan yang bermanfaat.
"Sehingga kami ingin meminimalisir sampah yang dibuang. Dari awal pemilahan, kami ingin sampah yang ada dimanfaatkan terlebih dahulu sehingga sampah yang tersisa dan dibuang hanya sedikit untuk mengurangi pencemaran," katanya.
Dari serangkaian upaya yang telah dilakukan, Yeti mengatakan tak hanya penghargaan yang didapatkan sekolah. Tapi dampak besar juga sudah dirasakan yakni lingkungan yang lebih asri, sehar dan segar. Dia juga menegaskan bahwa sekolahnya tak akan berhenti sampai di sini tapi akan terus berupaya mengeksplore kegiatan lain yang berwawasan lingkungan.
"Alhamdulillah dampaknya sudah dirasakan. Lingkungan sekolah menjadi lebih asri, bersih, sehat dan segar. Kami juga masih terus mengeksplore dan konsisten menjalankan kegiatan-kegiatan tersebut untuk mewujudkan sekolah yang peduli dan berbudaya lingkungan hidup yang lebih baik lagi," tandasnya.(adv/nul)