Proses pelantikan Presiden dan Wakil Presiden pada Oktober mendatang terancam ilegal (tidak sah).
Hal tersebut ditegaskan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Hamdan Zoelva, usai bertindak sebagai saksi ahli dalam kasus gugatan OSO di Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Rabu (13/2)
Pasalnya, Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI masih menggunakan Daftar Calon Tetap (DCT) Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Pemilu 2019 yang lama. Karena itu, KPU RI harus segera menjalankan perintah putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta Nomor: 242/G/SPPU/2018/PTUN-JKT terkait gugatan Oesman Sapta Odang (OSO).
Dalam putusan itu, PTUN memerintahkan KPU untuk tidak menggunakan Daftar Calon Tetap (DCT) yang lama, dan segera membuat DCT Pemilu 2019 yang baru dengan memasukkan nama OSO, ke dalam DCT yang baru tersebut.
"Kalau misalnya, KPU tidak mengeluarkan surat keputusan baru soal penetapan DCT DPD, maka dia nanti membuat SS itu dari mana ? Nanti calon anggota DPD ilegal jadinya. Sebab tidak ada dasarnya. Kan sudah dibatalkan (SK) oleh PTUN," katanya.
Ditekankan Hamdan, jika KPU tak segera melaksanakan perintah PTUN, maka bukan tidak mungkin pelantikan presiden dan wakil presiden ilegal. Sebab, selain DPR RI, DPD RI juga merupakan salah satu bagian dari MPR RI yang bertugas melantik presiden dan wakil presiden pasca Pemilu.
"Itu (pelantikan presiden dan wakil presiden) pasti ilegal," pungkasnya. (rmol)