Banjir Siklus Lima Tahunan

Senin 09-03-2020,16:15 WIB

*Akibat Curah Hujan Ekstrem

*Sudah Tidak Ada Pengungsi

JEBOL SUNGAI MRICAN - Upaya sigap dilakukan Bupati Asip Kholbihi untuk mengatasi banjir akibat air hujan, yakni menjebol tanggul Sungai Mrican.

KAJEN - Puncak pengungsi selama banjir melanda wilayah pesisir Kabupaten Pekalongan terjadi pada tanggal 25 - 27 Februari 2020. Banjir berdampak pada 13 ribu rumah dengan 68 ribu jiwa, dengan jumlah pengungsi mencapai 2.735 jiwa yang tersebar di 33 titik pengungsian.

Demikian disampaikan Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Pekalongan Budi Raharjo saat mendampingi Bupati Pekalongan Asip Kholbihi bersilaturahmi dengan jajaran Radar Pekalongan di Kantor Radar Pekalongan, Sabtu (7/3/2020). Menurutnya, banjir di awal tahun 2020 ini murni akibat curah hujan yang ekstrem. Menurutnya, banjir akibat hujan ekstrem ini merupakan siklus lima tahunan. Untuk banjir rob, kata dia, sudah teratasi dengan adanya tanggul penahan rob di sepanjang pesisir Pekalongan.

"Banjir kali ini murni akibat air hujan karena cuaca yang ekstrem. Untuk banjir rob sudah tidak ada," ungkap dia.

Disebutkan, pada bulan Desember 2019, BMKG sudah memberi peringatan puncak curah hujan tertinggi terjadi selama tiga bulan, yakni bulan Januari, Februari, dan Maret 2020. Oleh karena itu, sejak bulan Desember pihaknya sudah menggalang kekuatan untuk menghadapi puncak musim hujan tersebut.

Dikatakan, dalam manajemen kebencanaan ada tiga tahap, yakni tahap prabencana, tanggap darurat, dan tahap paska bencana. Untuk tahap prabencana, BPBD sudah melakukan berbagai kegiatan di antaranya pelatihan-pelatihan dan sosialisasi kebencanaan, serta koordinasi dengan relawan dan OPD terkait. "Pada tahap prabencana, kita sudah membentuk desa tangguh bencana. Dari Kemensos juga membentuk kampung siaga bencana," terang dia.

Disebutkan, pada 24 Februari 2020, hujan ekstrem mengguyur wilayah Pekalongan sehingga banjir melanda sejumlah desa. Pada saat itu, lanjut dia, 2.735 warga di Kecamatan Siwalan, Wonokerto, dan Tirto mengungsi di 33 titik pengungsian. "Tanggal 25 hingga 27 Februari merupakan puncak pengungsi. Banjir berdampak pada 13 ribu rumah dengan 68 ribu jiwa," terang dia.

Dengan adanya bencana banjir itu, pemkab menetapkan status tanggap darurat bencana dari 24 Februari hingga 1 Maret 2020. Namun, dalam perkembangannya, banjir masih berdampak luas sehingga status itu diperpanjang dari 2 Maret hingga 8 Maret 2020. "Hingga Jumat (6/3/2020) sudah tidak ada lagi pengungsi. Habis salat Jumat, 88 pengungsi terakhir di Kopindo pulang ke rumahnya masing-masing. Jadi saat ini pengungsi nihil," terang dia.

Menurutnya, banjir kali ini diakibatkan curah hujan yang tinggi, sehingga drainase dan sungai yang ada tidak mampu menampung air hujan. "Banjir di Siwalan, Wonokerto, dan Tirto akibat meluapnya air sungai dan drainase," ungkap dia.

Oleh karena itu, Pemkab Pekalongan akan mencari upaya agar banjir air hujan ke depan bisa teratasi. Untuk saat ini, sudah ada dua bantuan pompa dengan kapasitas besar yang dioperaionalkan di Desa Mulyorejo. Bantuan pompa pun ada dari DPU dan Taru, namun kapasitasnya kecil sehingga belum optimal untuk menyedot air.

"Untuk Wonokerto sudah ada dua rumah pompa, dan ke depan rencana akan ditambah satu rumah pompa lagi di Sungai Mrican," kata dia. Ditambahkan, DPU dan Taru akan membuat tanggul dan menangani parapet yang bocor di Sungai Meduri untuk mengatasi banjir di Kecamatan Tirto. "Penguatan tanggul, parapet, normalisasi sungai dan sistem drainase, serta rumah pompa diharapkan bisa mengatasi banjir akibat air hujan ini," ujar Budi. (had)

Tags :
Kategori :

Terkait