TIRTO - Industri batik rumahan di Desa Samborejo, Kecamatan Tirto, mulai menunjukkan geliat signifikan di fase kenormalan baru ini. Namun demikian, dampak produksi berupa limbah sejauh ini belum tertangani maksimal.
"Untuk industri kecil kemarin waktu puasa hingga lebaran sempat ada pengaruh, akibat lockdown. Tapi sekarang luar biasa. Sebelum era new normal itu sudah ada peningkatan. Karena industri batik atau tekstil di Pekalongan itu buka, tidak berpengaruh ekspor dan impor, jadi ramai sekali," ungkap Kades Samborejo, Kecamatan Tirto, Miftahul Suru, Jumat (24/7/2020).
Di Samborejo sendiri lebih dari 50% warganya bekerja di sektor usaha perbatikan, baik pengusaha maupun buruh. Sehingga ketika ada peningkatan permintaan, maka wargapun turut menikmati berkahnya. Sayangnya, dampak pencemaran lingkungannya masih juga menjadi masalah.
"Sekarang ini batik yang lagi tren itu adalah batik polos, warna polos tanpa ada motifnya yang dikasih renda saja, dan itu menjadi masalah juga bagi sungai, akibat proses produksi hasil pembuangan limbah yang tidak maksimal," paparnya.
Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah desa, namun respon masyarakat dalam menyelesaikan masalah tersebut masih setengah hati. "Waktu ada kunjungan Dinas Perkim LH, kita undang pengrajin batiknya, tapi dari 100 an yang datang hanya satu dua," ucapnya.
"Dan kita tidak mau menutup atau menghakimi mereka, kita duduk bareng dan cari solusinya bagaimana. Bagaimanapun ini sumber mata pencaharian di sini," jelasnya.
Diakui Suru, sudah ada beberapa industri besar yang sudah memiliki IPAL dan berhasil meminimalisir limbah. "Ya harapannya ada solusi yang melibatkan desa sampai pusat. Jadi, benar-benar berkah, ekonomi dan lingkungan," imbuhnya. (ap3)