**Uang KPM Dijadikan Bancakan
KAJEN - Kasus dugaan korupsi di Kabupaten Pekalongan mencuat lagi. Kali ini dari penyaluran Program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) yang dikucurkan oleh Pemerintah Pusat melalui Kementerian Sosial bagi rakyat miskin.
Program ini diduga dimanfaatkan oleh sekelompok orang untuk meraih keuntungan. Bahkan, bantuan yang dikucurkan untuk sekitar 53.000 Keluarga Penerima Manfaat (KPM) BPNT di Kabupaten Pekalongan diduga dimainkan sejumlah oknum.
Atas ketidakberesan program ini, Polres Pekalongan telah melakukan penyelidikan. Beberapa pejabat Dinas Sosial Kabupaten Pekalongan diantaranya Kepala Dinas Sosial yang sudah pensiun sudah dipanggil dan diperiksa. Namun hingga kini tak jelas kelanjutan penyelidikan. Kejari Kajen sempat akan turun untuk melakukan penyelidikan, namun karena Polres Pekalongan sudah terlebih dulu sehingga menunggu berkas kasus dugaan korupsi tersebut dilimpahkan ke kejaksaan.
Sekadar untuk diketahui, Bantuan Pangan Non Tunai adalah bantuan sosial pangan yang disalurkan secara non tunai dari pemerintah kepada Keluarga Penerima Manfaat (KPM) setiap bulannya melalui mekanisme akun elektronik yang digunakan hanya untuk membeli bahan pangan di pedagang bahan pangan yang telah bekerja sama dengan Bank Penyalur. Besaran Bantuan Pangan Non Tunai adalah Rp.110.000,-/KPM/ bulan. Bantuan tersebut tidak dapat diambil tunai, dan hanya dapat ditukarkan dengan beras dan/atau telur di e-warong. Apabila bantuan tidak dibelanjakan di bulan tersebut, maka nilai bantuan tetap tersimpan dan terakumulasi dalam Akun Elektronik Bantuan Pangan.
Informasi yang diperoleh, Di Kabupaten Pekalongan, program BPNT dimulai Oktober 2018 sampai Maret 2019. Program ini menyalurkan bantuan pangan berupa beras dan/atau telur. Bantuan hanya dapat ditukarkan dengan beras dan/atau telur di e-warong. Namun penyaluran bantuan di Kabupaten Pekalongan berbeda. Bantuan yang berada dimotori Dinas Sosial Kabupaten Pekalongan ini tidak melalui e warong melainkan melalui koperasi.
Lebih mengejutkan lagi, beras yang diterima 53.000 Keluarga Penerima Manfaat (KPM) BPNT kualitasnya buruk. Dari hitung-hitungan koordinator kecamatan yang enggan disebutkan namanya, koperasi yang mendroping ke warung mendapat keuntungan dari KPM Rp 9000. Mestinya, kelebihan bayar dikembalikan ke KPM, namun uang tersebut tak dibagikan.
"Harga beras yang dibagikan ke KPM Rp 10.100, namun kualitas beras kurang bagus, sedangkan beras harga di pasaran Rp 9.500/ kilogram. Untuk selisih uang tidak dibagikan pada KPM," ungkap sumber yang enggan disebutkan namanya.
Herannya lagi, awal pembagian bantuan tiap KPM ada paketan telur, namun dikarenakan kualitas kurang bagus dan banyak yang berbau entah mengapa telur selanjutnya tidak ada lagi.
"Untuk pencairan biasanya sebelum tanggal 25 dan pencairan melalui ATM penerima, selanjutnya ditranfer ke E-warung dan nanti penerima diberi dengan beras yang sebelumnya didroping dari koperasi. Namun keuntungan yang harusnya untuk E-warung malah diminta semua oleh pihak Koperasi,"lanjutnya.
Sementara adanya dugaan bantuan yang dimanfaatkan untuk ajang keuntungan oleh sejumlah orang dan oknum, Unit Tipikor Satreskrim Polres Pekalongan melakukan pemeriksaan sejumlah saksi, KPM, E-warung dan pengelola koperasi. Pemeriksaan tidak hanya sampai di penerima bahkan pejabat tertinggi juga ikut dimintai keterangan.
"Dahulu sudah dilakukan pemeriksaan, namun untuk kelanjutannya sekarang tidak tahu," ungkap mantan perwira pejabat. Kabar beredar di masyarakat, penanganan kasus BPNT yang ditangani oleh Unit Tipikor Satreskrim Polres Pekalongan kini mandeg di tengah jalan.
Sementara terpisah, Kasat reskrim Polres Pekalongan AKP Hari Hariyanto ketika dikonfirmasi membenarkan adanya pemeriksaan kasus Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) untuk masyarakat miskin. "Sudah klarifikasi mas, " ungkap Kasat reskrim dengan singkat. (Yon/Wid)