*FSUI: Labelisasi KK Miskin Jadi Beban Psikologis
KOTA - Kebijakan labelisasi untuk KK miskin penerima bantuan program keluarga harapan (PKH) mendapat sorotan dari Forum Silaturahim Umat Islam (FSUI) Pekalongan.
Koordinator FSUI Ustaz Faizin didampingi Ustaz Abu Ayyash mengatakan, dalam rilisnya Rabu (28/9/2022) mengatakan, dengan labelisasi yang dilakukan maka akan menimbulkan sejumlah dampak pada masyarakat penerima. Yaitu pertama, beban psikologi bagi penerima PKH khususnya anak-anak di hadapan anak yang lain. Bisa saja antar mereka terjadi saling ejek dengan mengatakan 'kamu anak miskin'.
Kedua, pemerintah melakukan dikotomi status sosial. Ketiga, berimbas adanya kecemburuan dan polarisasi sosial antara penerima dan yang tidak menerima. Keempat, mengaburkan amanah undang-undang agar pemerintah mensejahterakan rakyat dan mencerdaskan kehidupan bangsa dengan sebutan "bantuan sosial" seolah penerima program mendapatkan kebaikan dari pemerintah. Padahal yang sebenarnya adalah tanggung jawab pemerintah selaku penerima amanah undang-undang dan mengesankan orang miskin jadi obyek kebaikan pemerintah.
Keenam, labelisasi dengan pakem tulisan yang sudah diformat tersebut berkonotasi merendahkan martabat penerima manfaat. Yang mengesankan para penerima manfaat adalah kaum "Kawulo alit" yang harus dikasihani sedang pemangku kewenangan penyalur amanah seolah sebagai kaum "ndoro" yang baik hati.
Ketujuh, andai tetap dilakukan labelisasi seharusnya bisa lebih memanusiakan penerima manfaat dengan label "Penerima Program PKH" atau menggunakan kalimat yang lebih memanusiakan, tidak merendahkan tanpa harus menonjolkan aspek kemiskinannya.
"Karena memang tidak sesuai dengan filosofi undang-undang atau kultur yang ada. Itupun jika program tersebut masih terus akan dilakukan dan menjamin juga yang belum menerima tapi memenuhi syarat untuk menerima. Jika akhirnya tetap juga tidak bisa menerima dengan berbagai alasan, sebaiknya program labelisasi dibatalkan," tuturnya.
Menurut Faizin, sudah ada kesepakatan antara FSUI-P dengan pemerintah kota dalam pertemuan tanggal 12 September 2022 untuk meninjau ulang labelisasi tersebut. Apakah kesepakatan tersebut diabaikan, tidak disosialisasikan ke jajaran di bawahnya, atau ada faktor lain di internal OPD terkait.
Sementara tiga tema lain yang dibahas pada saat itu adalah yang pertama mengharap komitmen Wali Kota atas kenaikan harga BBM untuk mengantisipasi lonjakan harga barang kebutuhan masyarakat. Saat itu pemkot belum punya konsep detail Kecuali kebijakan yang sudah berjalan.
Kedua, masalah rob. Pemerintah Kota hendaknya punya grand project sendiri yang bisa ditawarkan ke propinsi maupun pusat untuk mengantisipasi rob bukan hanya menerima tanpa reserve setiap proyek dari propinsi maupun pusat yang kenyataannya tidak mengurai akar masalah malah selalu menimbulkan masalah baru.(nul)