*Total Ada Tiga Jenis, Yakni 3 Lutung, 1 Owa, dan 1 Rekrekan
PETUNGKRIYONO - Keberadaan primata dilindungi dan langka di dunia yang hidup di kawasan hutan Petungkriyono seperti lutung Jawa (Trachypithecus auratus), owa Jawa (Hylobates moloch), dan rekrekan (Presbytis fredericae), kian terusik. Selain faktor manusia, derasnya laju pembangunan tanpa memperhatikan aspek lingkungan ikut mengancam keberadaan satwa langka di dunia ini.
Satu ekor owa Jawa, jenis kera paling langka di dunia, ditemukan mati di sekitar kawasan Welo Asri akibat tersengat jaringan listrik PLN. "Satu ekor owa Jawa mati akibat tersengat jaringan listrik PLN. Lokasinya di atas wisata Welo Asri," kata Woto, pengelola Welo Asri, Rabu (21/10/2020).
Pegiat lingkungan dari Swara Owa, Wawan, dihubungi kemarin, mengatakan sudah mendengar informasi adanya owa Jawa yang mati akibat tersengat jaringan listrik PLN di Hutan Petungkriyono. Menurutnya, sudah ada empat primata langka dan dilindungi mati akibat tersengat jaringan listrik PLN yang melintasi area hutan Petungkriyono tersebut. Yakni, tiga ekor lutung Jawa, satu ekor rekrekan, dan satu ekor owa Jawa.
"Jaringan listrik PLN kabelnya terbuka sehingga bisa nyentrum satwa yang melintasinya. Apalagi, jaringan PLN itu berada di jalur lintasan satwa. Sehingga seharusnya butuh sesuatu yang lain yang berbeda dengan bukan kawasan hutan," ujar dia.
Menurutnya, pembangunan jaringan listrik di kawasan hutan seharusnya ramah satwa, apalagi Hutan Petungkriyono itu habitat satwa langka dan dilindungi.
TINGKAT KETERJUMPAAN KIAN SULIT
Dikatakan, selama pandemi Covid-19, Swara Owa dan warga mengamati keberadaan satwa dilindungi di pinggir jalan. Menurutnya, selama Covid pun tingkat kunjungan wisatawan di Petungkriyono masih ramai sekali. "Wisatawan ramai sekali makanya angel ketemune hewan-hewan di pinggir jalan itu. Namun kadang di saat sepi ya temu juga. Memang fluktuatif juga," ujar dia.
Menurutnya, satwa langka di Petungkriyono terutama lutung dan owa memilih untuk menghindari manusia dengan masuk ke dalam hutan. Namun, kata dia, untuk jenis monyet ekor panjang justru di spot-spot tertentu malah mudah dijumpai.
"Monyet ekor panjang senang mencari makanan di tumpukan sampah. Karena banyak sampah orang, makanya nyari makannya di tempat sampah itu. Ke depan itu perlu diantisipasi. Bisa menjadi masalah jika tidak diantisipasi sejak sekarang. Buang sampah di sepanjang jalan itu seharusnya tidak boleh," katanya.
Bahkan, lanjut dia, memberi makan monyet ekor panjang itu pun seharusnya tidak boleh. Sebab bisa mengakibatkan ketergantungan dan merubah perilaku alaminya.
"Potensi zoonosist juga meningkat. Jika interaksi manusia dengan primata jaraknya sudah semakin dekat, kemungkinan penyakit menular dari manusia ke primata atau sebaliknya juga potensinya meningkat," terang dia.
Disinggung populasi satwa dilindungi di Hutan Petungkriyono, Wawan mengatakan, tingkat populasinya masih sama. Apalagi, tingkat perburuan satwa di Petungkriyono saat ini kian berkurang.
"Intensitas manusianya yang semakin banyak. Untuk itu, di tempat yang banyak primatanya harus dikendalikan interaksi manusia dengan satwanya. Apalagi Hutan Petungkriyono ini paling bagus untuk keragamannya, dan hutannya juga masih bagus," ungkap dia.
Sebelumnya diberitakan, satwa endemik dilindungi lutung Jawa di kawasan hutan lindung Petungkriyono kian terancam. Dalam tiga bulan terakhir, tiga ekor lutung Jawa mati akibat kesetrum jaringan tegangan tinggi PLN. Tiga ekor lutung Jawa itu mati akibat kesetrum jaringan listrik PLN di kawasan hutan Desa Sokokembang.