Hasil survei Lembaga Survei Charta Politika Indonesia yang menempatkan Walikota Solo Gibran Rakabuming Raka di peringkat teratas dalam survei Pilgub Jateng 2024 dengan raihan elektabilitas 34,8 persen, diragukan publik.
Menariknya, salah satu pihak yang meragukan hasil survei tersebut adalah PDI Perjuangan yang notabene merupakan partai yang mengusung Gibran pada Pemilihan Walikota Solo 2020 lalu.
Wakil Ketua DPD PDIP Jateng bidang Politik, Abang Baginda Muhammad Mahfuz mengatakan, secara prinsip pihaknya percaya dan menghormati hasil survei dan lembaga survei.
Karena, dia menambahkan, survei dilakukan secara ilmiah.
"Dalam setiap pilkada, PDI Perjuangan Jateng juga menggunakan survei sebagai salah satu pertimbangan menentukan strategi politik," katanya, dikutip Kantor Berita RMOLJateng, Sabtu (8/1).
Meski begitu, dia melihat ada kejanggalan pada survei Pilgub Jateng yang dilakukan Charta Politika kali ini.
Keanehan itu di antaranya, survei disebut dilakukan pada 28 September-3 Oktober 2021. Namun hasil survei baru diumumkan Januari 2022.
"Survei September 2021, kemudian hasilnya dirilis Januari 2022. Padahal situasi politik sangat dinamis, situasi sekarang sudah jauh berbeda dengan dulu. Ini bisa disebut kebohongan publik," ujar anggota Komisi C DPRD Jateng tersebut.
Dari survei yang dilakukan dengan pertanyaan jika Pilgub Jateng digelar hari ini, elektabilitas Gibran mencapai 34,8 persen.
Di bawah Gibran, ditempati Wakil Gubernur Jateng Taj Yasin Maimoen, dengan 9,3 persen, dan Walikota Semarang, Hendrar Prihadi dengan perolehan 6,9 persen.
Kemudian tokoh lain yang masuk bursa yaitu mantan Wagub Jateng Rustriningsih dengan elektabilitas 3,8 persen, Bupati Banyumas Achmad Husein 3,8 persen, dan Walikota Salatiga Yulianto 1,5 persen.
Survei dilakukan menggunakan metode wawancara tatap muka pada 800 responden dengan metode sampling multistage random sampling dan margin error 3,46 persen.
"Pilkada Jateng nanti sepertinya akan menjadi isu nasional lagi kalau lihat hasil survei terbaru. Nama Gibran jauh di atas nama-nama lain termasuk Walkot Semarang dan wagub incumbent sekalipun. Akan beda ceritanya kalau di survei Pilkada DKI. Isu politik dinasti potensi jadi beban," tulis Direktur Eksekutif Charta Politika Indonesia, Yunarto Wijaya, dalam akun Twitternya.
Lebih lanjut Baginda mengatakan, keganjilan lain tampak pada adanya tokoh yang namanya muncul dalam elektabilitas namun tak muncul di angka popularitas, yaitu nama Walikota Salatiga Yulianto.
"Bagaimana mungkin namanya muncul di elektabilitas tetapi popularitasnya tidak ada. Logikanya orang dikenal dulu baru dipilih. Ini aneh, ganjil, dan ngawur," tandasnya.