Produsen obat Merck, kini sedang mengurus izin darurat penggunaan obat Covid-19, molnupiravir. Obat itu disebut jadi pil pertama yang mampu menekan risiko gejala sakit dan kematian, pada orang yang terinveksi Covid-19. Imbasnya, pasien Covid-19 tak lagi harus dirawat di rumah sakit dengan mengonsumsi tablet molnupiravir.
Obat Covid Molnupiravir
Merck mengembangkan tablet bernama molnupiravir, untuk mengobati pasien Covid-19.
Obat ini awalnya dikembangkan sebagai penawar Influenza. Cara bekerjanya dengan mendorong adanya kesalahan kode genetik virus dalam tubuh, dan mencegahnya untuk menyebar semakin banyak. Tablet ini berbeda dengan vaksin, yang menyasar protein pada bagian luar virus. Tablet molnupiravir menyasar enzim di dalam virus yang berfungsi untuk memperbanyak diri.
Dalam penelitian, Merck melibatkan 775 pasien yang terinfeksi Covid-19. Hasilnya hanya 7,3 persen pasien yang diberi molnupiravir dirawat di rumah sakit, dan nihil pasien meninggal. Data ini telah diterbitkan dalam siara pers, meski tak mengalami review dari rekan sejawat, dikutip dari BBC.
Meski molnupiravir disebut tidak berdampak pada perubahan genetik pada manusia, laki-laki yang terlibat dalam uji coba tablet Covid-19 itu, dalam kondisi tidak melakukan hubungan seksual secara heteroseksual dan setuju untuk menggunakan alat kontrasepsi.
Begitu pun pasien perempuan, meski tetap boleh hamil, mereka diminta untuk menggunakan alat kontrasepsi.
Amerika Serikat Pesan 1,7 Juta
Kini Merck sedang mengurus izin penggunaan darurat dari tablet molnupiravir di Amerika Serikat, serta izin penggunaanya secara global.
Perusahaan tersebut juga berencana memproduksi 10 juta dosis di akhir 2021. Pemerintah Amerika Serikat juga memiliki kontrak untuk mendapatkan 1,7 juta dosis lengkap tablet molnupiravir dengan harga USD700 per dosisnya, atau sekitar Rp 9,9 juta dikutip dari Reuters.
Ada pula kemungkinan menambah dosis hingga 3,5 juta, bagi pemerintah Amerika Serikat. Meski, Merck juga menyebut telah mengadakan perjanjian serupa tentang tablet Covid-19 molnupiravir dengan sejumlah negara lain. (Bbc/Rtr/ngopibareng)