Menkopolhukam menjelaskan, ada dua alasan kuat menjawab "tudingan" anti demokrasi tersebut.
Pertama, bahwa aturan terkait menyampaikan pendapat di muka umum atau kritik terhadap pemerintah telah diatur dalam KUHP yang lama. Artinya, bukan hal yang baru dan bukan hal khusus yang dimunculkan dalam KUHP baru.
Dan sekali lagi, KHUP baru sama sekali tidak melarang adanya kebebasan berpendapat selama dilakukan secara baik dan sesuai ketentuan.
Mahfud MD menjelaskan, kadang yang terjadi di masyarakat adalah penyerangan terhadap harkat martabat Presiden dan atau Wakil Presiden, yang berlindung dalam frase kebebasan berpendapat.
Alasan kedua menurut Menkopolkam, KUHP baru akan berlaku 3 tahun ke depan sejak disahkan. Artinya ketika KHUP baru ini berlaku, masa Pemerintahan Presiden Joko Widodo juga telah berakhir. Maka, pendapat yang menyatakan KUHP baru merupakan produk pemerintah saat ini yang anti kritik, dipastikan terbantahkan, karena KHUP ini akan benar-benar efektif pada pemerintahan selanjutnya.
Keduanya berharap kegiatan sosialisasi KHUP baru dapat terus dilakukan kepada seluruh stakeholder seluruh anak bangsa dan teristimewa kepada aparat penegak hukum. Agar tidak ada perbedaan tafsir dan tidak ada perbedaan pemaknaan di dalam melaksanakan KUHP yang baru.
Narasumber lainnya pada kegiatan ini, Prof Dr Barda Nawawi Arief, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Arsul Sani Wakil Ketua MPR RI Anggota Komisi III dan Usman Kansong Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika.
Dari Kemenkumham hadir, Plt Ditjen Perundangan-undangan Dhahana Putra, Staf Ahli Menteri Bidang Politik dan Keamanan Ambeg Paramarta, Direktur Perancangan Peraturan Perundang-undangan Cahyani Suryandani, Kepala Kanwil Kemenkumham Jateng Dr A Yuspahruddin.