KEDUNGWUNI - Kekerasan seksual terhadap Perempuan dan Anak merupakan salah satu bentuk perbuatan yang melanggar hak asasi manusia. Sebagaimana diketahui bahwa hak asasi Perempuan dan Anak telah dijamin dan diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Undang-Undang tentang Hak Asasi Manusia.
Hal itu disampaikan oleh Wakil Ketua DPRD Provinsi Jawa Tengah FPKB H. Sukirman saat kegiatan Focus Group Discussion (FGD) tentang Kekerasan Seksual terhadap Perempuan dan Anak di GOR Bugangan, Kecamatan Kedungwuni, Kabupaten Pekalongan, Selasa (21/3/2023).
Sukirman juga menyampaikan bahwa negara senantiasa hadir dalam menyelesaikan persoalan kekerasan, termasuk kekerasan seksual pada perempuan dan anak. Kehadiran negara ini juga merupakan salah satu perwujudan konstitusi negara Indonesia yang menyebutkan bahwa Pemerintah Republik Indonesia dibentuk diantaranya untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia.
"Jaminan yang diberikan oleh konstitusi tersebut tentunya perlu dilakukan negara dan pemerintah dengan memberikan rasa aman dan perlindungan kepada seluruh warga negara terutama perempuan yang jumlahnya hampir setengah dari jumlah penduduk Indonesia, dan anak yang jumlahnya 1/3 dari populasi penduduk yang didalamnya ada kelompok berkebutuhan khusus seperti penyandang disabilitas dan kelompok rentan lainnya dari ancaman ketakutan, penyiksaan dan perlakuan yang merendahkan harkat dan martabat manusia," ujarnya.
Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak (KtPA) merupakan sebuah fenomena gunung es. Kasus yang terdata dan terlaporkan hanya sebagian kecil dari kasus yang bener-benar terjadi di masyarakat. Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak terjadi baik di ranah keluarga (KDRT) maupun di ranah publik, dengan spektrum yang semakin luas dengan modus yang semakin beragam.
"Dalam data Simfoni PPA sepanjang 2022 saja, berdasarkan tahun kejadian yang diakses pada 12 Juli 2022, menunjukkan jumlah Kekerasan terhadap Perempuan (KtP) 3.131 kasus dengan korban sebanyak 3.238 orang. Korban Kekerasan Seksual (KS) terhadap perempuan sebanyak 542 orang atau 16,7% korban KtP adalah korban KS. Adapun Kekerasan terhadap Anak (KtA) sebanyak 4.148 kasus dengan korban sebanyak 4.526 orang. Korban KS terhadap anak sebanyak 2.436 orang, hal ini berarti 53,8% korban KtA adalah korban kekerasan seksual," tuturnya.
Tren meningkatnya pelaporan kasus kekerasan di tengah menurunnya prevalensi kekerasan secara umum ini juga menunjukan hal positif karena artinya masyarakat mulai berani dan percaya untuk membuat laporan pengaduan kepada layanan pengaduan yang tersedia. Semakin masifnya penggunaan media sosial juga turut andil untuk mengungkap berbagai kasus kekerasan.
"Tentunya, upaya ini tidak mudah tanpa kerja bersama, sinergi dan kolaborasi semua pihak. Maka menjadi penting adanya sinergi dan kolaborasi dengan seluruh pemerintah, pemerintah daerah, lembaga, dan masyarakat. Termasuk juga dengan media, bagaimana media memiliki peran penting dalam membantu mendorong masyarakat untuk memahami bahwa saat ini sudah ada jaminan hukum yang sangat jelas dari pemerintah sebagai bukti bahwa negara hadir untuk menyelesaikan persoalan kekerasan," imbuhnya.
Sukirman juga mengajak para peserta yang merupakan ibu-ibu Muslimat di Kedungwuni untuk menjaga diri terhadap kekerasan seksual baik dilingkungan orang terdekat dan orang luar. Menjaga anak-anak kita agar tidak terjerumus dengan pergaulan yang menjerumus ke perilaku seksual.