KOTA - Sesuai dengan diluncurkan episode ke 24 merdeka belajar oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud-Ristek) RI tentang transisi Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) ke SD yang menyenangkan, kota Pekalongan melalui Dinas Pendidikan setempat sudah mengeluarkan SK No. 420/0351 ditujukan kepada pengawas dan penilik PAUD, SD, Kepala sekolah dan pengelola PAUD untuk melakukan penguatan transisi PAUD ke SD awal dengan tidak menerapkan tes kemampuan baca, tulis, hitung (Calistung) atau bentuk tes lainnya.
"Jadi seluruh satuan pendidikan jenjang SD tidak mensyaratkan harus punya kemampuan dalam hal calistung, banyak orang tua menyiapkan anaknya dipaksa bisa baca, harus bisa berhitung dan sebagainya, setelah ini diharapkan tidak ada lagi mindset orang tua yang seperti itu, agar ketika anak masuk ke jenjang SD tidak merasa asing dan tidak terjadi guncangan psikologis maupun sosial, jadi ada masa transisi sesuai dengan kemampuannya," jelas kepala Dinas Pendidikan Kota Pekalongan, Zainul Hakim melalui kabid SD, Unang Suharyogi di ruang kerjanya, kemarin.
Dikatakan Unang, kebijakan ini diluncurkan untuk menjawab miskonsepsi mengenai penyelarasan pembelajaran PAUD ke SD kelas rendah yang menjadi isu utamanya di masa Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB), sehingga harapannya nanti melalui gerakan transisi ini anak dapat memiliki pondasi seperti kematangan emosional, kemampuan literasi dan numerasi dasar serta kemampuan lainnya sesuai dengan usianya.
Sementara itu, Nur Agustina, seorang psikologi sekaligus Ketua HIMPSI cabang Eks Karesidenan Pekalongan setuju dengan adanya regulasi ini, meskipun berdasarkan PISA untuk mengetahui kompetensi anak di tingkat nasional Indonesia masih dibawah standar, dengan tolak ukur kemampuan matematika, sains dan membaca.
"Kita sering bilang anak-anak yang akan masuk ke Sekolah Dasar harus bisa calistung, sementara itu di PAUD dilarang untuk mengajarkan calistung, jadi harus dipahami untuk menstimulasi supaya anak-anak bisa punya kemampuan literasi yang baik sejak dini, harus dengan cara tepat, misalnya merencanakan buku setiap mau tidur, kemudian labelisasi benda-benda di rumah," ujarnya.
Ia berharap dengan adanya regulasi ini, bisa menumbuhkan kesadaran orang tua dan seluruh satuan pendidikan untuk menentukan dan menerapkan stimulasi yang tepat agar kemampuan literasi seorang anak dapat tumbuh dengan optimal tanpa ada dampak buruk bagi mereka.(mal)