Ustadz yang memberikan ceramah tadi secara kebetulan dekat dengan ustadz Nasrullah. Kemudian berkata,
"Saya mau memberi uang Rp 250 ribu, yang Rp 190 ribu tolong bagikan dan disedekahkan kepada orang lain dan yang Rp 60 ribu untuk nenek sebagai upah membagikan uang tadi," tuturnya.
Namun ustadz tadi pergi dan tidak memberi uang. Ustadz Nasrullah harus menanggung akibatnya dan memberi uang si nenek sebesar Rp 250 ribu.
Dua pekan berlalu, ustadz Nasrullah bertemu lagi dengan si nenek itu. Nenek tadi bercerita, dia telah menukarkan uang jadi receh dan sudah dibagikan seluruhnya Rp 190 ribu. Namun ada 3 orang yang tertinggal dan belum kebagian. Nenek itu ambil lagi uang Rp 10 ribu miliknya dan diberikan ke 3 orang tadi.
"Ini uang Rp 10 ribu untuk bertiga ya. Maaf, uangnya telah habis," tegasnya.
Dii malam hari setelah siangnya bersedekah dia melewati sebuah rumah. Pemiliknya bernama Hj Maryam. Si nenek tadi dipanggil dan dia berkata-kata.
"Akhir-akhir ini ini saya inget terus ke nenek," tutur Hj Maryam.
"Tadi pagi, alhamdulillah saya telah mendaftarkan nenek untuk umroh ke tanah suci," lanjutnya.
Subhanallah, uang Rp 10 ribu yang disedekahkan bisa mendapat umroh. Cerita ini menjadi kisah riil yang dialami oleh ustadz Nasrullah. Mari pahami dan pelajari prosesnya.
Si nenek ini awalnya memiliki perisai. Perisainya apa? Meminta-minta. Nenek ini tidak mengetahui kalau meminta-minta padahal ia masih mampu adalah perbuatan dosa.
Ketika si nenek ini berusaha untuk membuka perisainya yaitu meminta-minta dan kemudian berhenti mengemis, maka secara tidak disangka-sangka mengalirlah rezeki secara deras dari arah yang tidak difahami secara logika. Perisai rezekinya dibuka dan otomatis rezeki datang.
Perisai atau penghalang rezeki ini merupakan modul yang perlu dipelajari dan difahami di awal dalam materi magnet rezeki sebelum mengkaji prinsip-prinsip yang lain. Jika perisai rezeki tidak dilepas maka materi-materi magnet rezeki berikutnya tak ada manfaatnya sebab perisainya belum dibuka.
Rasulullah saja sehari beristighfar paling tidak 100 kali. Bagaimana dengan kita? Logikanya dosa-dosa kita jauh lebih banyak dibanding Rasulullah. Seharusnya istighfar dan taubat kita harus jauh lebih sering.
Ketidakmudahan dan kesulitan kita bukan karena kondisi ekonomi yang kurang bagus, bukan karena pemimpin yang tidak bisa memimpin dan bukan karena kesalahan orang lain.
Kesulitan kita karena ada perisai rezeki yang dapat menghalangi datangnya rezeki ke kantong Anda yaitu dosa. Lepaskanlah dengan memohon ampun kepada Allah dengan cara beristighfar sebanyak-banyaknya, setiap hari. Bahkan kalau bisa setiap hembusan nafas adalah istighfar. (sep)