*Hasil Kajian Mercy Corps Indonesia
KOTA - Bencana banjir dan rob yang sudah lebih dari 10 tahun terjadi di wilayah Kota Pekalongan, menimbulkan nilai kehilangan dan kerugian yang sangat besar. Berdasarkan hasil kajian Mercy Corps Indonesia, bencana yang disebabkan oleh perubahan iklim tersebut sudah menimbulkan dampak kehilangan dan kerugian lebih dari Rp4 triliun. Nilai tersebut dihitung sejak awal tahun 2000an hingga tahun 2020.
Selain menghitung dampak kerugian hingga tahun 2020, Mercy Corps Indonesia juga sudah memproyeksikan potensi kerugian yang akan terjadi hingga tahun 2035 mendatang. Jika kondisi bencana masih sama, maka kerugian yang timbul hingga tahun 2035 mendatang diprediksi mencapai Rp24 triliun.
"Dampak yang ditimbulkan memang sangat besar dan akan lebih besar lagi sampai tahun 2035 mendatang. Jumlahnya mencapai tiga kali lipat dari APBD daerah," ungkap Executive Director Mercy Corps Indonesia, Ade Soekadis, belum lama ini.
Analisa kehilangan dan kerugian akibat banjir dan rob yang dilakukan Mercy Corps Indonesia, dilakukan dengan memperhitungkan biaya perbaikan (aset atau peralatan rumah tangga), biaya adaptasi, biaya penggantian barang, biaya intangible (kesehatan, stress, dll), kehilangan pendapatan, penurunan produktivitas lahan, dan kehilangan jasa ekosistem.
Dalam hasil kajian untuk menghitung dampak kehilangan dan kerugian tersebut, ada empat komponen utama yang dihitung yakni kerugian ekonomi, kerugian non ekonomi, kehilangan produktivitas lahan dan kerugian jasa ekosistem pariwisata. Untuk komponen kerugian ekonomi, tercatat kerugian yang timbul mencapai Rp2,3 triliun yang diantaranya meliputi biaya adaptasi, biaya perbaikan aset, biaya kesehatan, tambahan biaya untuk makanan dan tambahan biaya untuk energi.
Kemudian dari komponen kerugian non ekonomi total mencapai angka Rp1,4 triliun yang meliputi kesehatan mental dan gangguan sistem rumah tangga.
Sementara komponen total kehilangan produktivitas lahan, terhitung mencapai angka Rp9 miliar yang mencakup lahan pertanian dan lahan tambak. Terakhir untuk komponen kerugian jasa ekosistem pariwisata tercatat mencapai angka Rp312 miliar.
Melihat angka tersebut dan proyeksi potensi kerugian hingga tahun 2035 mendatang, dikatakan Ade jumlahnya berkali-kali lipat dari APBD Kota Pekalongan yang artinya kerugian yang ditimbulkan dari dampak perubahan iklim diluar kemampuan pemerintah daerah untuk menanggulanginya. "Boro-boro menanggulangi, untuk bertahanpun akan sulit karena biayanya sangat besar," katanya.
Untuk itu pihaknya bersama Earthworm Foundation Indonesia yang tergabung di dalam tim Zurich Flood Resilience Alliance (ZFRA) saat ini tengah melakukan diskusi dengan pemerintah dan pemangku kepentingan terkait dalam rangka merumuskan kangkah-langkah adaptasi untuk merespon kondisi tersebut.
"Kami lakukan pendekatan scientific untuk memetakan risiko-risiko yang ada dan mencari intervensi yang tepat dan optimal sehingga kerugian yang timbul bisa diminimalisir. Karena perubahan iklim ini tidak bisa kita hindari dan pasti terjadi. Pertanyaanya seberapa besar dampaknya dari sisi loss and damage dan apa intervensi maksimal yang bisa kita lakukan dengan dana yang ada baik di level pemerintah maupun komunitas," tandasnya.(nul)