KOTA - Sambil geleng-geleng kepala dan mengernyitkan dahi, Ketua Komisi C DPRD Kota Pekalongan H Aminuddin Aziz SE tidak habis pikir. Mengapa bantuan dampak bencana seperti rumah roboh, baru cair antara 3-4 bulan.
"Bantuan itu mestinya bisa cair lebih cepat," ujar Amin terlihat gemas dengan situasi yang tidak mendukung percepatan pelayanan publik.
Setelah diteliti, ternyata ada mata rantai birokrasi yang sangat panjang. Juga melibatkan banyak pihak. "Ini tidak bisa dibiarkan. Harus diubah. Aturan harus disederhanakan," tuturnya berapi-api.
Dalam pandangan Amin, ada daerah-daerah lain yang bisa melakukan lebih cepat.
"Pelayanan terhadap dampak bencana berbeda dengan pelayanan lainnya. Pelayanan kategori ini sangat-sangat prioritas," katanya sambil menghela nafas dalam-dalam.
Dalam waktu dekat, Amin dan beberapa pihak lain dari eksekutif akan belajar ke Kota Magelang dan Kabupaten Sleman. "Kedua daerah tersebut memiliki intensitas bencana yang sering dan sangat berbahaya," tambahnya sambil manggut-manggut.
Kota Magelang dan Kabupaten Sleman adalah daerah yang kerap mendapat dampak erupsi Gunung Merapi. Kalau manajemen bencananya tidak cepat dan sigap, di dua tempat itu akan banyak korban berjatuhan."Sempitnya Pekalongan, seharusnya menjadikan gerakan dan kebijakannya lebih lincah," ujar Amin.
Termasuk dalam tata kelola pemerintahan, kebijakan atas pelayanan publik sudah seharusnya semakin lama akan membaik. Seiring dengan adanya payung hukum berbentuk Peraturan Daerah (Perda) tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE).
"Perda ini memungkinkah masyarakat untuk memantau kebijakan pemerintah Kota Pekalongan. Unsur akuntabilitas, partisipasi dan transparansi masuk semua di dalam Perda ini. (sep)