Kurang Sebulan, Tujuh Bayi Meninggal

Rabu 22-01-2020,10:50 WIB

**AKI dan AKB Masih Tinggi

Setiawan Dwiantoro

KAJEN - Persoalan angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB) masih menjadi pekerjaan rumah yang berat bagi jajaran Dinas Kesehatan. Betapa tidak, di awal tahun 2020 ini saja sudah ada tujuh bayi yang meninggal dunia.

Sekadar untuk diketahui, pada tahun 2019 terjadi 10 kasus AKI atau 60,45 per 100.000 kelahiran hidup, dan 144 kasus AKB atau 8,79 per 1000 kelahiran hidup. Berdasarkan data di Dinas Kesehatan, dalam kurun waktu lima tahun terakhir, kasus AKI dan AKB di Kabupaten Pekalongan mengalami fluktuatif.

Pada tahun 2013 ada 29 kasus AKI, 39 kasus (2014), 22 kasus (2015), 18 kasus (2016), 16 kasus (2017), 11 kasus (2018), dan turun menjadi 10 kasus di tahun 2019.

Untuk kasus AKI kecenderungannya mengalami penurunan tiap tahun. Namun untuk kasus AKB. Trennya justru mengalami kenaikan. Pada tahun 2013 terjadi 157 kasus AKB, 116 kasus (2014), 126 kasus (2015), 172 kasus (2016), 131 kasus (2017), 115 kasus (2018), dan 144 kasus (2019).

Hal itu dibenarkan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Pekalongan Setiawan Dwiantoro yang didampingi Sekdin Budi Darmoyo, dan Kabid Kesehatan Masyarakat dr Ida Sulistiyani, Selasa (21/1). Kata dia, pada bulan Januari ini sudah ada tujuh bayi meninggal dunia. Dari ketujuh bayi ini meninggal akibat BBLR (berat badan bayi lahir rendah) dan afiksia.

"Ini ada kaitannya dengan pernikahan dini, sehingga melahirkan bayi yang BBLR," terang dia. Selain itu, ibu hamil yang mengalami anemia dan kekurangan energi kronis (KEK) berisiko melahirkan dengan BBLR (berat badan bayi lahir rendah), gizi kurang, gizi buruk, dan stunting.

Faktor lainnya, kata dia, mindset atau pola pikir 'ngapike' juga memicu kejadian AKI dan AKB. Mindset 'ngapike' ini terjadi karena mereka belum memahami asupan gizi seimbang untuk ibu hamil.

"Ibu melahirkan dari 10 kematian tujuh saat nifas (paska Melahirkan), dan tiga saat kehamilan," terang dia.

Dikatakan, Dinas Kesehatan terus berupaya untuk menekan AKI dan AKB. Upaya itu dilakukan sesuai dengan jenjang usia, mulai dari menyasar kaum remaja, calon pengantin (catin), ibu hamil hingga paska hamil. Selain itu, pihaknya juga menyasar para suami melalui program suami siaga, kelas ibu hamil berbasis gender, hingga program mbahyi atau simbah sayang bayi.

"Penggalakan suami siaga terus kita lakukan. Kelas ibu hamil berbasis gender, bapak harus ikut," katanya.

Disebutkan, Dinkes bersama Kementerian Agama juga menggelar kelas calon pengantin, dimana di kelas itu diberi pengetahuan tentang kesehatan reproduksi.

"Selama faktor risiko anemia dan KEK belum . bisa ditangani dengan baik, persoalan itu akan sulit ditekan. Maka kita Terus berupaya mengatasi faktor risiko kehamilan itu. Ada program Gen Pesat, Gema Setia, pelajar yang sudah haid kita periksa, jika anemia diberi obat. Tahapan-tahapan sesuai dengan umur kita lakukan, dari remaja, catin, ibu hamil, hingga balita," ujarnya. (had)

Tags :
Kategori :

Terkait