Namun meskipun pada 27 September 1945 kekuasaan Jepang sudah diserahkan pada Mr. Besar, namun mereka belum mau meninggalkan markas kempetai yang saat ini menjadi Masjid Syuhada.
Sehabis sholat subuh di tanggal 3 Oktober 1945, ribuan orang dari Doro, Kajen, Kedungwuni, Wonopringgo, Pekajangan dan masyarakat Pekalongan lainnya datang ke rumah KH. Syafi'i untuk meminta doa.
Para pejuang ini meminta doa kepada KH. Syafi'i sebelum menggeruduk markas kempetai.
Setelah mendapat doa dari Kyai Syafi'i, mereka bersama-sama berjalan kaki menuju markas kempetai sambil memekikkan 'takbir'.
Mereka datang dari berbagai kalangan, tujuannya satu, melepaskan bangsa Indonesia khususnya Pekalongan dari belenggu penjajah.
Usaha untuk mengusir penjajah tidak sepenuhnya berjalan mulus, para pasukan jepang berusaha menangkap para pejuang dan hendak membawanya ke markas kempetai.
Namun ada kejadian unik dari penangkapan ini, diceritakan bahwa mobil pasukan Jepang yang membawa para pejuang hanya berputar-putar di jalan yang sama.
Mereka tak kunjung sampai di markas kempetai, hal tersebut menjadi bukti pertolongan Allah sebab adanya peran para ulama yang dekat dengan Allah SWT.
Pasukan Jepang Berhasil Diusir dari Pekalongan
Para delegasi dari tokoh-tokoh Pekalongan sedang berunding dengan pimpinan tentara Jepang.
Tokoh lain termasuk KH. Syafi'i berada di barisan terdepan menunggu hasil perundingan tersebut.
Namun ternyata pertempuran tak bisa dihindari, selama 3 hari 3 malam masyarakat Pekalongan bersama-sama bertempur melawan penjajah.