Di Desa Adat Penglipuran juga terdapat keunikan dalam cara warganya mempersiapkan diri apabila sewaktu-waktu warga tersebut meninggal dunia. Selain berfokus pada pengumpulan amal baik seperti manusia pada umumnya, mereka juga memiliki tradisi khusus dalam menjaga kebersihan dan penampilan fisik agar terlihat indah. Masyarakat di sana percaya bahwa umur seseorang tidak dapat diprediksi, sehingga mereka selalu berusaha merawat tubuh dengan baik. Hal ini dilakukan agar ketika meninggal dunia, mereka tidak merasa malu saat jenazah dimandikan di depan umum, sebagaimana adat di desa tersebut yang mensyaratkan pemandian jenazah dilakukan di tempat khusus yang disaksikan oleh seluruh warga setempat. Kemudian jenazah warga Desa Adat Penglipuran dibakar, tetapi abu jenazah tersebut tidak di larungkan karena letak Desa Adat Penglipuran yang jauh dari laut.
Selain itu aweg-aweg pada masyarakat Desa Adat Penglipuran sangat dipatuhi oleh warganya. Aweg-aweg dibuat bersama untuk keteraturan dan ketertiban warganya. Bagi siapapun, baik masyarakat maupun turis yang berkunjung di desa wajib mematuhi aturan tersebut apabila tidak maka akan dikenakan sanksi/ hukuman yang telah disepakati bersama. Sedikit berbeda dengan peraturan hukum tertulis oleh NKRI yang mana hukuman tersebut terikat dengan UUD yang disahkan pemerintahan, masyarakat di Desa Adat Penglipuran cenderung mengutamakan sanksi-sanksi sosial kepada warga atau masyarakat yang melanggar aweg-aweg. Contohnya dalam hal kebersihan, pada masyarakat yang tertangkap membuang sampah sembarangan akan dikenakan sanksi denda 500 rupiah. Hal itu bertujuan supaya warga/masyarakat Desa Adat Penglipuran tidak membuang sampah sembarangan, terlihat ringan namun jika ada yang melanggar akan merasakan malu dan jera, manfaat dari hukuman tersebut juga untuk menjaga kebersihan di Desa Adat Penglipuran agar tetap terlihat lestari terjaga kebersihan dan keasriannya sehingga masyarakat maupun pengunjung di Desa Adat Penglipuran merasa nyaman. Dengan adanya aweg-aweg tersebut membawa dampak positif Desa Adat Penglipuran sampai sekarang mempertahankan predikatnya sebagai desa terbersih di dunia.
Di Desa Adat Penglipuran juga melarang untuk berpoligami. Apabila ada yang melanggar disediakan tempat sendiri untuk yang melanggar yaitu Karang Memadu (sebuah pekarangan yang terletak di ujung desa). Tujuannya agar tidak ada orang yang berani untuk melakukan poligami. Undang-undang tersebut ada yang tertulis dan tidak tertulis. Sanksi bagi masyarakat yang melanggar aweg-aweg tersebut yaitu membuat sesajen dan diletakkan di empat pura besar.