RADARPEKALONGAN.CO.ID, KOTA - Komisi C DPRD Kota Pekalongan sidak ke SMAN 3 Pekalongan terkait dugaan pelecehan verbal yang terjadi di sekolah tersebut. Komisi C meminta agar Dinas Pendidikan Kota Pekalongan bisa membuat sebuah kebijakan yang bisa melindungi siswa dari ancaman-ancaman tindakan tersebut.
"Siang ini kami ke SMAN 3 Pekalongan terkait berita viral. Karena ini ranahnya provinsi kami memang tidak bisa intervensi terlalu jauh. Tapi kami meminta kepada dinas (Dinas Pendidikan Kota Pekalongan) agar kejadian ini bisa disikapi dengan membuat kebijakan, kebijakan yang tidak berlawanan dengan provinsi tapi bisa melindungi warga kita. Karena korbannya warga Kota Pekalongan," tutur Ketua Komisi C DPRD Kota Pekalongan, Budi Setiawan, yang ditemui usai sidak.
Dia melanjutkan, dari hasil sidak diketahui bahwa ada dugaan pelanggaran SOP dalam peristiwa tersebut. Yakni semestinya siswi yang melakukan konseling didampingi oleh guru perempuan dan siswa didampingi guru laki-laki.
"Tetapi di sini siswi konseling dengan guru BK laki-laki. Jadi kami mengimbau tidak terjadi lagi miss seperti ini. Tapi kami apresiasi dengan kepala sekolah. Ini terjadi karena beliau membuka diri. Ada masalah beliau membuka kebijakan kepada siapapun punya masalah untuk membuka. Yang kami khawatirkan ini terjadi dengan sekolah lain," tambahnya.
Sementara Wakil Ketua Komisi C, Nashrullah menyatakan, konseling yang dilakukan siswa menjurus pada investigasi dengan pertanyaan-pertanyaan yang masuk ke ranah pribadi.
Menurutnya, sekolah sudah memiliki kebijakan untuk melindungi siswa dari perundungan dan pelecehan. Semua sekolah yang ada di bawah provinsi sudah memiliki kebijakan tersebut.
Sementara Kepala SMAN 3 Pekalongan, Yulianto menjelaskan, sekolah sudah memiliki SOP terkait konseling. Yakni jika materi konseling terkait dengan hal-hal sensitif, maka siswi harus didampingi guru perempuan.
"Kami sudah seperti itu, bahwa kalau ada wawancara dengan kaintannya sensitif, maka harus ada pendamping dari guru perempuan kalau pewawancaranya laki-laki. Namun mungkin beliau lepas," jelasnya.
Terkait sanksi, Yulianto menjelaskan karena yang bersangkutan merupakan guru PNS maka pihaknya melalui jalur prosedur kepegawaian dari Pemerintah Provinsi Jawa Tengah. Namun ia menyatakan, guru yang bersangkutan sudah tidak bertugas di SMAN 3 Pekalongan dan sudah dimutasi ke Cabdin Pendidikan 13 di Kendal.
Terkait korban, pihaknya bekerja sama dengan Dinas Kesehatan Kota Pekalongan untuk melakukan screening mental kepada 20 siswi. Hasilnya, 17 normal dan tiga lainnya abnormal. Namun kondisi abnormal tiga siswi tersebut, kemungkinan tidak hanya terkait masalah yang terjadi di sekolah namun juga di luar sekolah maupun di rumah. "Nanti Senin Dinas Kesehatan juga akan mendatangkan psikolog. Semua korban tetap sekolah dan bahkan ada yang ikut lomba juga," tandasnya.(nul)