Penyelidikan Kredit Porang, Kejaksaan Negeri Pekalongan Periksa 40 Saksi
Kejaksaan Negeri Kabupaten Pekalongan lakukan penyelidikan dugaan penyimpangan kredit porang di BPR BKK Kabupaten Pekalongan.-Hadi Waluyo-
"Lha pabrik akibat Covid juga terkena regulasi ekspor. Akhirnya kita deadlock, padahal statusnya kredit," ujar dia.
Di tengah wabah Covid, mereka menghadapi situasi yang sulit. Jika berhenti berusaha, maka tidak bisa melunasi kreditnya.
Untuk itu, ia memutuskan untuk meneruskan usaha itu dengan prediksi peluang usaha porang dinilai masih menjanjikan kedepannya.
"Ini akhirnya kita berhitung soal risiko bisnis. Akhirnya saya selaku penanggung jawab memutuskan untuk terus lanjut karena kita berharap tahun depan ada pemulihan di harga dan pembelian hasil panen oleh pabrik. Kami harap situasinya sudah normal lah," ungkapnya.
Namun, kata dia, di tahun berikutnya terjadi panen raya. Sehingga barang melimpah yang mengakibatkan harga porang anjlok.
"Tapi status kita di posisi kredit saat itu masih lancar karena untuk memperpanjang itu saya keluar sendiri, mendanai bunga perpanjangan sampai di tahun 2023-2024, kita perpanjangan itu. Setelah di tahun 2024, di bulan tiga atau berapa kita terakhir sampai itu mulai macet," kata dia.
Menurutnya, kredit macet porang tak hanya terjadi di Kabupaten Pekalongan. Di beberapa daerah lainnya atau secara nasional, banyak kasus kredit petani porang macet akibat dampak wabah Covid-19.
Disinggung dugaan kredit fiktif, ia membantahnya dengan tegas. Menurutnya, 100 persen penerima kredit itu tidak ada yang fiktif.
"Kami ajak petani porang siapa yang minat. Atau warga yang serius berminat untuk budidaya porang. Semuanya datang saat akad di BKK. Di BKK juga ada syarat-syarat yang harus dipenuhi, jadi tidak semuanya bisa cair," kata dia.
Dari para petani porang itu, ada yang mengelola sendiri tanaman porangnya. Ada pula yang mempercayakan pengelolaannya ke pihaknya karena belum memiliki pengalaman untuk membudidayakan porang.
"Ada surat kuasanya, ada surat pernyataannya semua. Jadi ndak fiktif. Ada yang mempercayakan pengelolaannya ke kami karena petani belum pernah atau belum bisa membudidayakan porang sendiri," katanya.
Menurutnya, dari total kredit sekitar Rp14,5 Miliar itu, sebesar Rp8 milar sudah terbayar.
"Kami sudah lunasi Rp4 miliar dan Rp4 miliar lagi untuk bunganya. Hingga saat ini saya pun masih bertanggung jawab mencicil kekurangan yang ada karena itu tanggung jawab moral saya yang bertanggung jawab sejak awal. Petani tidak dibebani untuk bayar cicilan, semuanya saya yang tanggung jawab," tandasnya.
Meski dengan terseok-seok lantaran usaha porang tidak berjalan sesuai dengan harapan, ia mengaku akan terus berupaya untuk melunasi kredit macet porang di BKK.
"Saya akan terus berusaha, bahkan dengan menjual aset dan dibantu orang tua saya," tuturnya.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:

