Perjuangan Air Mata Orang Tua Terbayar: Wisudawan Tuli Pertama UMPP Ukir Inspirasi
--
PEKALONGAN, RADARPEKALONGAN.CO.ID— Kisah inspiratif datang dari Universitas Muhammadiyah Pekajangan Pekalongan (UMPP), di mana seorang mahasiswi tuli, Ika Rizqy Damayanti, Amd. Kom berhasil lulus dari program D3 Manajemen Informatika dan menjadi wisudawan tuli pertama dalam sejarah kampus tersebut. Keberhasilannya menjadi sorotan publik saat ia menyampaikan pidato kelulusan menggunakan bahasa utama, yakni Bahasa Isyarat Indonesia (BISINDO), didampingi oleh juru bahasa isyarat (JBI).
Dalam pidatonya yang mengharukan, Ika menceritakan perjalanan sulit yang ia lalui. "Sebenarnya saya gugup," ujarnya di awal sambutan. Ika, yang kehilangan pendengaran sejak usia satu tahun akibat sakit panas tinggi, menghadapi berbagai tantangan sejak kecil. Ia bersekolah di sekolah umum tanpa JBI, yang membuatnya harus berjuang keras memahami pelajaran melalui membaca gerak bibir, gestur, dan tulisan.
"Saya sering diejek, teman-teman pikir saya bodoh, gak bisa apa-apa. Padahal bahasa saya yang beda. Miskom," kenang Ika, menggambarkan kesalahpahaman yang sering ia alami di masa lalu.
Titik balik datang saat ia melanjutkan pendidikan di SMALB Wiradesa. Di sana, ia mulai belajar bahasa isyarat dan bertemu dengan teman-teman tuli lainnya. "Saya senang, tidak rasa sendiri lagi, sebab banyak teman Tuli," ungkap Ika. Bersama para pemuda tuli di Pekalongan Raya, ia kemudian mendirikan Komunitas "Gema Tuli" pada tahun 2020 untuk mengajarkan BISINDO kepada masyarakat umum.
"Kalau Bapak Ibu cari info belajar BISINDO di Pekalongan & Batang, sudah pasti gurunya kami: Tuli muda," kata Ika bangga.
Namun, jalan menuju perguruan tinggi tidaklah mulus. Ika dan ibunya harus mencari kampus yang ramah tuli. Setelah gagal di salah satu universitas di Solo karena masalah biaya, ia sempat merasa putus asa.
"Saya cuma bisa menangis," ujarnya.
Hingga akhirnya, ibunya memberanikan diri mendatangi FASTIKOM Kajen dan bertemu dengan Pak Imam dan Pak Feni. UMPP akhirnya menerima Ika dengan tangan terbuka, membukakan pintu bagi pendidikan inklusif.
Perjuangan di bangku kuliah pun berlanjut. Ika harus didampingi ibunya di kelas pada semester awal. "Padahal Mama juga harus kerja menjahit," tuturnya. Namun, Ika memutuskan untuk mandiri. "Kalau Mama terus ikut kuliah, nanti Ibu Rektor kasih ijazah ke Mama, bukan ke saya. Hehehe," candanya disambut tawa haru dari hadirin.
Keberhasilan ini tak lepas dari peran serta banyak pihak. Ika tak lupa mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tuanya, dosen, teman-teman, dan pihak UMPP yang telah membantunya. Ia juga mengapresiasi upaya UMPP untuk menjadi kampus inklusif dan berharap semakin banyak difabel yang bisa merasakan hal serupa.
Mengakhiri pidatonya, Ika mengajak hadirin untuk terus berjuang. "Untuk semua orang hebat yang tidak menyerah, ayo kita tepuk tangan," ajaknya sambil memperagakan isyarat "tepuk tangan". Ia berharap dapat menjadi jembatan antara komunitas tuli dan dengar, mengajak masyarakat untuk belajar bahasa isyarat agar tidak terjadi miskomunikasi.
"Semoga Allah bimbing niat baik saya dan UMPP: mengajak banyak orang agar lebih inklusif," tutup Ika.
Kisahnya adalah bukti nyata bahwa keterbatasan bukanlah penghalang untuk meraih mimpi, melainkan tantangan yang bisa diubah menjadi inspirasi.(mal)
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:

