Climate Change, Ular Merebak Di Mana-mana!, Ini Kata Ahli Toksinologi Kemenkes

Climate Change, Ular Merebak Di Mana-mana!, Ini Kata Ahli Toksinologi Kemenkes

Ahli toksinologi Kementerian Kesehatan RI, Dr. dr. Tri Maharani.-Hadi Waluyo-

KAJEN, RADARPEKALONGAN.CO.ID - Climate change atau perubahan iklim merupakan salah satu pemicu merebaknya ular, termasuk di lingkungan pemukiman. 

Oleh karena itu, masyarakat diimbau untuk lebih mewaspadai bahaya gigitan ular. 

Imbauan itu disampaikan pakar toksinologi dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, Dr. dr. Tri Maharani, saat kunjungannya di Pekalongan, baru-baru ini.

Menurutnya, kasus gigitan ular di Indonesia adalah kasus yang sangat tinggi, namun terabaikan. 

"Kenapa begitu? karena bangsa Indonesia ini banyak tercampur dengan mistis dan mitos. Jadi artinya banyak sekali kasusnya yang menjadikan kasus-kasus seperti ini menjadi kasus yang susah untuk diselesaikan, karena mereka pergi dulu ke dukun, pergi dulu ke tempat-tempat yang tidak jelas," kata dia.

Baca juga:RSUD Kajen Kirim 15 Vial Anti Venom, Penanganan Pasien Gigitan Ular di Pekalongan

Menurutnya, ular saat ini ada di mana-mana, termasuk masuk ke kamar tidur, akibat adanya perubahan iklim (climate change).

"Sekarang ini musim panas tetapi jadi musim hujan, membuat kehidupan dari ular dan manusianya sendiri mengalami perubahan. Dulunya dalam kondisi seperti ini, misalnya, ular enggak ada di mana-mana ternyata sekarang jadi ada di mana-mana menjadi sebuah ancaman kayak gitu. Itu memang kondisi climate change yang harus kita sadari," ujar dia.

Oleh karena itu, untuk mengantisipasi bahaya ancaman gigitan ular, maka harus tahu pertolongan pertama yang benar pada kasus gigitan ular.

Menurutnya, penanganan yang benar itu bukan diikat, bukan disedot, bukan dikeluarkan darahnya, bukan diberi air panas, bukan juga dikasih lulur, atau barang-barang herbal.  

"Karena semuanya itu justru membuat delay dari pengobatan itu. Jadi harus digunakan first aid atau penanganan awal yang benar yaitu imobilisasi, membuat tidak bergerak bagian yang digigit ular, karena ternyata kontraksi otot-otot itu menyebabkan sebuah aktivasi dari pompa kelenjar getah bening. Sementara si racun sendiri itu lewatnya kelenjar getah bening, bukan pembuluh darah," terang dia.

Diterangkan, imobilisasi itu membuat korban tidak bergerak di bagian yang digigit ular. Contohnya, digigit ular di tangan. Maka, imobilisasinya adalah membuat tangan tidak bergerak, seperti saat tangan mengalami patah tulang.

"Jadi dari ujung jari sampai sendi enggak bergerak. Dikasih misalnya papan, dikasih kardus, pokoknya sesuatu yang rigid, bambu atau digendong pakai apa selendang pokoknya membuat tidak bergerak," kata dia. 

"Kalau di kaki, ya digendong, ditaruh di tandu, pokoknya dia tidak bergerak. Karena kontraksi otot-otot akan mengaktifkan pompa kelenjar getah bening, sehingga venom yang ada di bekas gigitan tuh dengan cepat menyebar. Nah kalau itu salah, akan membuat dengan cepat menyebar," lanjutnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: