Pasca Penutupan Lokalisasi, Pengawasan ODHA dan WPS Diperketat

Pasca Penutupan Lokalisasi, Pengawasan ODHA dan WPS Diperketat

GELAR - Gelar Rapat Koordinasi (Rakor), KPAI Propinsi Jateng bekerjasama dengan KPA Kabupaten / Kota dengan dukungan Pemkab/ Pemkot kerjasama meningkatkan dan memperketat pengawasan terhadap mobilitas Orang Dengan HIV dan AIDS (ODHA ) dan PSK.

KENDAL - Pasca ditutupnya dua lokalisasi Gambilangu (GBL) di wilayah Kendal dan Semarang, Selasa (19/11) kemarin, Komisi Penanggulangan AIDS Indonesia ( KPAI ) Provinsi Jawa Tengah bekerjasama dengan KPA Kabupaten/Kota dengan dukungan Pemkab/ Pemkot mengambil langkah dan melakukan koordinasi dan kerjasama meningkatkan dan memperketat pengawasan terhadap mobilitas Orang Dengan HIV dan AIDS (ODHA ) dan PSK.

Hal tersebut disampaikan Sekretaris KPAI Jawa Tengah, Zaenal Arifin, Kamis (21/11) kemarin, dalam kegiatan Rapat Koordinasi (Rakor) Kedungsepur Komisi Penanggulangan AIDS Kabupaten Kendal, di Ruang Merak Agrowisata Tirto Arum Baru Kendal.

"Persoalan paling berat adalah memantau pergerakan atau mobilisasi ODHA dan PSK, lantaran penghuni lokalisasi tidak semuanya penduduk asli daerah yang ditempati lokalisasi," katanya.

Diungkapkan Zaenal, dengan jejaring yang dibangun semua lini KPA antar daerah, persoalan tersebut sedikit banyak mampu dibongkar dan berusaha dicarikan solusinya. "Ke depan kita terus kerjasama dan koordinasi yang terus menerus termasuk mensuport Dinas Kesehatan setempat di luar layanan umum," ungkapnya.

Menurut Zaenal, penanggulangan AIDS secara komperhensif akan terus dilakukan dengan menggandeng para kepala desa dan lurah untuk pendampingan para penderita HIV/AIDS ditingkat RT, RW dengan mendirikan rumah singgah dan pembentukan kelompok warga peduli AIDS ( WPA).

Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Kendal, Ferynando Rad Bonay mengatakan, langkah koordinasi KPA antara Kabupaten/Kota di wilayah Kedungsepur diharapkan tidak pernah putus. Karena hal itu dapat memutus tersebarnya HIV/AIDS yang tidak terdeteksi seiring dengan ditutupnya lokalisasi.

"Diperkirakan, walaupun para PSK sudah mendapat pesangon sebagai modal usaha dan bahkan ada yang tidak memperoleh, kembalinya mereka menekuni pekerjaan itu bisa saja dilakukan lagi dengan cara lain yang kurang atau tidak dapat dipantau. Misalnya lewat medsos, on line atau SMS," katanya.

Sementara itu, Kabid Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Kendal, Muntoha menambahkan, penanganan HIV AIDS memang tidak mudah. Dibutuhkan perhatian penuh alias memerlukan full timer yag bekerja penuh waktu dalam penaggulangan HIV/AIDS.

"Di desa, penaggulangan HIV/AIDS perlu peran kepala desa untuk menjadi pengurus rumah singgah yang diambilkan dari Dana Desa (DD) dan anggaran juga bisa dimintakan dari Kemensos," imbuhnya. (lid)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: