Dampak Positif Inflasi di Masa Pandemi
Seiring berkembangnya zaman, uang yang beredar di masyarakat sebagai alat tukar tidak hanya berbentuk kertas dan logam saja namun juga berupa uang elektronik. Saat kita menabung di bank contohnya, secara fisik kita tidak memiliki uang tersebut namun masih dapat kita gunakan untuk transaksi dengan menggunakan jasa mobile banking melalui smartphone.
Di dalam pasar uang juga terdapat dua pihak dimana salah satu pihak melakukan fungsi supply money dan lainnya yang melakukan fungsi permintaan uang. Dalam hal ini adalah Bank Indonesia dan Pemerintah yang mempunyai peran utama sebagai sumber awal terciptanya penawaran uang untuk memenuhi permintaan di masyarakat.
Dapat kita ketahui, dalam ilmu ekonomi makro dijelaskan bahwa tugas bank sentral adalah untuk menjaga kesetimbangan money value sebagai usaha dalam mengontrol laju inflasi dalam jangka panjang.
Dimasa pandemi Covid-19 ini seluruh bidang ekonomi terkena dampak dari adanya kebijakan PSBB. Kebijakan tersebut menyebabkan banyaknya pengusaha yang rugi dan berakhir melakukan pemecatan terhadap karyawannya.
Tindakan pemberhentian karyawan ini jelas menyebabkan angka pengangguran melambung tinggi dan terjadilah situasi yang dilematis antara menyisakan uang tabungan atau membelanjakan uang yang masih tersisa. Lemahnya daya beli masyarakat dan meningkatnya angka pengangguran dimasa pandemi ini menyebabkan pola inflasi.
Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Tengah merilis, November 2020 terjadi inflasi sebesar 0,18 persen di Jawa Tengah dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 105,03. Penyebab utama inflasi utama di Jawa Tengah pada November 2020 adalah kenaikan harga telur ayam, daging ayam, cabai merah, bawang merah dan jeruk.
Hal tersebut mencerminkan bahwa perekonomian Indonesia berada dalam kondisi tidak stabil. Jika berujung deflasi, keuntungan margin perusahaan mengecil, hingga suatu titik di mana perusahaan perlu melakukan efisiensi tenaga kerja. Keinginan untuk investasi tentu juga akan turun. Dalam kurva permintaan dan penawaran, deflasi terjadi saat kurva permintaan turun, sehingga equilibrium baru terletak pada harga dan output yang lebih rendah. Hal ini juga menyebabkan turunnya konsumsi dan investasi masyarakat.
Keyness dengan teorinya yang menyatakan bahwa deflasi terjadi karena penurunan agregat demand. Hal ini, menunjukkan bahwa deflasi berhubungan dengan peningkatan angka pengangguran , penurunan profit dan pendapatan. Dengan berkurangnya jumlah uang yang beredar, membuat tingkat konsumsi rumah tangga dan juga tingkat investasi mengalami stagnasi karena pendapatan nasional yang menurun akibat menurunnya daya beli masyarakat. Penghasilan pajak pun juga akan berkurang karena pemerintah terus menurunkan kebijakan pajak. Jika kondisi ini terus berlanjut, apalagi ditambah dengan resesi, dipastikan akan mengganggu kesuksesan program pemulihan ekonomi nasional.
Adanya kondisi ini kita juga dapat belajar bahwa, Inflasi tidak hanya memiliki dampak negatif saja bagi pertumbuhan ekonomi. Adanya inflasi justru akan menjaga kesetimbangan harga-harga barang di pasar sehingga perekonomian dapat berputar kembali.
Disinilah Pemerintah perlu campur tangan untuk menjaga pola inflasi tersebut, pemerintah harus mampu meningkatkan daya beli masyarakat. Salah satunya bisa dengan menggalakkan aktivitas belanja online dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan.
Sementara itu, tingkat pengangguran terbuka di masa pandemi yang meningkat perlu diatasi, dengan memberikan pelatihan (softskills) seperti pelatihan business online, design, startup, dan lain-lain. Upaya lainnya adalah bantuan sosial dari pemerintah kepada berbagai kelompok masyarakat yang mengalami penurunan penghasilan yang tajam.
Keberhasilan program ini adalah jika pemberian bantuan itu dilakukan secara real time, tepat sasaran, dan tepat jumlah. Dengan catatan, mereka yang telah menerima bantuan sosial dalam bentuk tunai / cash, segera dibelanjakan, agar tercipta yang namanya Multiplier Effect.
Bagaimanapun juga, berdasarkan teori ilmu ekonomi makro, kunci sukses pemulihan ekonomi terletak pada peningkatan konsumsi rumah tangga dan investasi.
Namun, hikmahnya adalah alih-alih misalnya menurunkan tingkat suku bunga untuk merangsang inflasi, pemerintah mungkin bisa mencoba sabar menghadapi kondisi ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: