Ribuan Warga Saksikan Teatrikal Peringatan Pertempuran 3 Oktober

Ribuan Warga Saksikan Teatrikal Peringatan Pertempuran 3 Oktober

KOTA - Ribuan warga antusias menyaksikan acara peringatan Pertempuran 3 Oktober 1945 di kawasan Monumen Djoeang 45, Kota Pekalongan, pada Senin (3/10/2022) malam. Mereka tumpah ruah di Jalan Pemuda, Jalan Gajah Mada, hingga Jalan Hayamwuruk demi menyaksikan acara tersebut.

Peringatan peristiwa sejarah masyarakat Kota Pekalongan dalam melawan penjajah Jepang ini dikemas dalam bentuk upacara dan drama kolosal. Drama kolosal dan teatrikal ini melibatkan puluhan pelajar maupun mahasiswa. Adapun upacara peringatan diikuti oleh TNI, Polri, ASN, anggota DPRD, perwakilan ormas, organisasi kepemudaan, pelajar, mahasiswa, Linmas, dan berbagai elemen masyarakat.

Pertunjukan drama kolosal menggambarkan bagaimana masyarakat Kota Pekalongan menyambut Proklamasi Kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus 1945, dirangkai dengan aksi heroik masyarakat dalam mengambil alih kekuasaan dari tangan Jepang. Rentetan peristiwa sejarah ini dibacakan secara detail oleh Sekda Sri Ruminingsih.

Awalnya, pengalihan kekuasaan dilakukan melalui perundingan antara pihak Jepang dan pihak Indonesia pada tanggal 1 Oktober 1945 di kantor Karesidenan Pekalongan. Namun karena memanasnya situasi di Semarang, akhirnya perundingan diundur pada 3 Oktober 1945 di markas Kempeitai (Lapangan Kebon Rojo), yang kini dijadikan kawasan Monumen Djoeang 45.

Perundingan dilakukan. Namun di luar lokasi perundingan situasi memanas karena perundingan tak kunjung usai. Para pemuda akhirnya mengepung dan menyerbu tempat perundingan. Terjadilah aksi penembakan oleh tentara Jepang ke para pemuda yang saat itu bersenjatakan apa adanya. Korban berjatuhan. Tercatat ada 37 pejuang yang gugur, dan belasan lainnya luka-luka. Peristiwa ini dikenang sebagai peristiwa Pertempuran 3 Oktober.

Wali Kota Pekalongan HA Afzan Arslan Djunaid, menjelaskan peritiwa Pertempuran 3 Oktober 1945 diperingati rutin tiap tahunnya. Hal ini sebagai upaya menelusuri kembali nilai-nilai kesejarahan yang telah dilakukan oleh para pahlawan pendahulu dalam melawan penindasan dan penjajahan dari bumi pertiwi khususnya di Kota Pekalongan ini. Meskipun sudah berlalu lebih dari setengah abad, semangat perjuangan yang dikorbankan oleh pemuda, ulama, seluruh lapisan masyarakat Kota Pekalongan tidak pernah padam.

"Memahami arti perjuangan yang sesungguhnya dengan keterbatasan yang ada dahulu kita bisa mengusir penjajah Jepang dari Kota Pekalongan. Kondisi era sekarang jauh berbeda lagi, bukan dengan perang senjata, tetapi berperang melawan budaya asing yang berusaha masuk ke Indonesia," katanya.

Menurutnya, sebagai rasa ungkapan syukur atas jasa dan pengorbanan pahlawan kusuma bangsa, selaku generasi penerus wajib dan senantiasa bertekad meneruskan cita-cita pejuang pendahulu. Dengan jiwa dan semangat kepahlawanan, tentu mereka akan selalu memiliki tekad dan semangat berjuang untuk mengisi kemerdekaan dengan bekerja keras, meningkatkan etos kerja dengan disiplin yang tinggi guna membangunan bangsa dan negara yang lebih baik.

"NKRI harga mati, kita lihat perjuangan bangsa kita begitu berat saat melawan penjajah sampai ada korban. Oleh sebab itu, kita harus menghargai dan melanjutkan perjuangan-perjuangan pahlawan peristiwa 3 Oktober di Kota Pekalongan," jelasnya.

Salah seorang warga, Setyaningrum (40), asal Buaran Kradenan, sengaja datang ke Monumen Djoeang bersama suami dan dua anaknya untuk menyaksikan acara tersebut. Dia juga mengungkapkan sudah dua kali ini menyaksikan upacara dan teatrikal peringatan Pertempuran 3 Oktober.

"Saya sudah dua kali ini, yang pertama kali beberapa tahun lalu, lupa tahun berapa. Tapi ini adalah yang pertama kalinya bagi anak-anak saya. Harapannya anak-anak tidak lupa tentang bagaimana dulu para pejuang, para pahlawan harus mengorbankan nyawa melawan penjajah demi Kemerdekaan Indonesia," ungkapnya. (way)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: