Minim, LBH yang Urusi Warga Miskin

Minim, LBH yang Urusi Warga Miskin

*Di Kendal Baru Ada Satu Lembaga

MINIM - Dalam uji uji publik Raperda Bantuan Perlindungan Hukum bagi Masyarakat Miskin di Kendal, terkuak hanya ada satu LBH terakreditasi yang siap bela warga miskin.

KENDAL - Keberadaan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) di Kabupaten Kendal dinilai tak sebanding dengan jumlah warga miskin yang mencapai sekitar 100 ribu. Akibatnya, Kabupaten Kendal sangat kekurangan LBH yang siap memberikan advokasi untuk warga miskin.

Hingga saat ini, baru ada satu LBH yang sudah terakreditasi C dari Kementerian Hukum dan Ham (Kemenkumham) RI, yakni LBH Putra Nusantara. Dengan akredkitasi yang dikantonginya, LBH tersebut siap membela warga miskin secara gratis.

Hal itu disampaikan anggota Komisi A DPRD kendal, Rubiyanto, dalam uji publik Raperda Bantuan Perlindungan Hukum bagi Masyarakat Miskin di Kendal, Selasa (3/12), di gedung Ruang Paripurna. Menurutnya, satu LBH maksimal hanya menangani 10 kasus. Padahal kasus masuk yang dialami warga miskin jumlahnya mencapai 50 sampai 60 kasus.

"Ironis, banyak warga miskin yang belum terlayani bantuan hukum. Karena memang jumlah kasus yang ditangani LBH terakrediatsi C sangat minim," ungkapnya.

Rubiyanto mendorong Peradi membuat LBH untuk membantu warga miskin yang memiliki masalah hukum. Jika perda tersebut segera disahkan, paling lambat proses penganggaran bisa dilakukan di perubahan APBD 2020. Soal berapa dana yang akan disiapkan, pihaknya masih menunggu regulasi kebutuhannya. "Yang jelas, warga miskin yang memiliki kasus hukum harus dibantu sampai tuntas," tandasnya.

Sementara itu, Ketua LBH Putra Nusantara, Saeroji menilai dana yang diterima untuk menangani kasus sangat minim. Saat ini, dana dari pemerintah yang diterima saat menangani kasus warga miskin hanya Rp 5 juta/kasus. "Harapanya ada kenaikan sebesar Rp10 juta/kasus karena untuk menangani kasus butuh waktu yang lama," katanya.

Menurut Saeroji, rata-rata tiap tahun pihaknya menerima 65 kasus. Jika hanya 10 kasus yang dibantu APBN, artinya 50 kasus lainnya tidak terbiayai APBN. Karena itu, pihaknya sering kehabisan napas karena dana sudah dipakai pada tahun pertama. (lid)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: