Sambil Menangis, Terdakwa Kasus Tagihan Fiktif Ungkap Sejumlah Hal Ini pada Majelis Hakim

Sambil Menangis, Terdakwa Kasus Tagihan Fiktif Ungkap Sejumlah Hal Ini pada Majelis Hakim

PEKALONGAN - Terdakwa kasus pidana tagihan fiktif, Rosi Yunita mengungkapkan bahwa dirinya mendapat tekanan dan juga merasa dikorbankan dalam kasus yang menjeratnya saat ini.

Hal itu diungkapkan sembari menangis dihadapan majelis hakim yang menyidangkan kasusnya di Pengadilan Negeri (PN) Pekalongan, Kamis (03/10/2022). Sidang dengan majelis hakim yang diketuai Mukhtari dengan hakim anggota Budi Setyawan dan Hilarius Grahita itu sendiri mengagendakan pemeriksaan tersangka.

Pada keterangannya, Rosi mengaku hanya disuruh oleh atasannya yang telah menjadi saksi pada persidangan sebelumnya. "Saya hanya disuruh atas nama Agus Pudjo (kapten pandu PT Aquila Transindo Utama). Termasuk membuat surat keterangan pandu sebagai dasar pembuatan pra nota. Pra nota itu sebagai dasar terbitnya invoice," ungkap Rosi saat menjawab pertanyaan majelis hakim, Kamis (3/11) sore.

Rosi menyebut nama pihak yang menyeruhnya membuat surat tersebut saat dicecar hakim serta jaksa penuntut umum (JPU) tentang permintaan blangko kosong yang ditandatangani beserta cap pada staf PT Sparta Putra Adhyaksa (SPA) melalui chat. Staf PT SPA yang dimintai adalah Syaiful Niko yang juga pernah  hadir sebagai saksi.

"Ngeprintnya di kantor. Printernya di meja Supervisor. Di situ bertiga. Saya, Agus Pujo dan Pak Ahmad (supervisor). Tahu semua," katanya menjelaskan.

Terkait penerbitan invoice jasa pandu dan tunda, hal itu merupakan kewenangan finance atau keuangan. Ia tidak tahu sama sekali.

Rosi menegaskan bahwa dirinya hanya mengerjakan perintah. Untuk jobdesk atau aturan kerja sendiri dirinya tidak pernah diberitahu sejak awal bekerja di PT Aquila Transindo Utama (ATU). Selama kerja, ia hanya bekerja sesuai perintah atasannya.

Dia sendiri merasa sangat syok saat mengetahui ada laporan ke Polres Pekalongan Kota yang kasusnya melibatkan dirinya. Ditambah lagi adanya tekanan dari pimpinannya agar tidak menyebut nama kapten Agus Pujo dan Ahmad Zaenuri.

"Saya dipaksa untuk bilang seperti itu, dipaksa direktur. Sebelum BAP Pertama. Termasuk adanya utusan dari perusahaan ke Rutan untuk memaksa saya agar mengakui bahwa perbuatan itu dilakukan sendiri," beber Rosi di depan majelis hakim sambil menangis.

Selain itu, dirinya juga mengaku pernah dijanjikan oleh pihak perusahaan untuk mendapat pendampingan, namun ternyata tidak ada. Dari situlah, akhirnya dia sadar jika dirinya dikorbankan dan kemudian membuat pernyataan tambahan dalam BAP, termasuk adanya tekanan.

Mendengar keterangan Rosi tersebut, majelis hakim menyesalkan kenapa hal tersebut baru diungkapkan saat pemeriksaan terdakwa. Seharusnya, pernyataan itu dibuka saat ketiga nama yang disebut Rosi menjadi saksi pada persidangan sebelumnya.

"Mengapa kemarin tidak ngomong? Jujur, ada apa dengan kamu? Sekarang, di sini tidak ada orangnya," tanya Hakim Hilarius Grahita.

Rosi hanya menjawab lupa sambil menangis. Hingga menyebut bahwa 95 persen yang bekerja di PT ATU merupakan seniornya.

Menutup keterangannya Rosi kembali menegaskan bahwa dirinya hanya korban. Dia juga menegaskan jika hanya mengerjakan apa yang diminta perusahaan, dan tidak tahu jika itu salah. (don)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: