Belajar Matematika dengan Pendekatan Kontekstual
Pendidikan adalah satu satu sektor kehidupan yang penting bagi berkembangnya suatu negara. Melalui pendidikan, kualitas generasi penerus akan meningkat. Selanjutnya, generasi yang baik akan menciptakan negara yang baik pula. Pendidikan bertujuan untuk menghasilkan manusia yang memiliki pengetahuan dan keterampilan serta rasa tanggung jawab dalam masyarakat, berbangsa, dan bernegara (UU No. 20 Tahun 2003).
Matematika merupakan salah satu unsur dalam pendidikan. Hasil penilaian PISA (Programme for International Student Assessment) tahun 2018 menunjukkan nilai matematika untuk Indonesia berada pada peringkat 72 dari 77 negara (Ayunda: 2020). Hal ini menunjukan rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia. Maka untuk mencapai tujuan pendidikan, dibutuhkan dukungan dari berbagai pihak. Guru diharapkan mampu menciptakan suasana pembelajaran yang kondusif, inovatif dan menyenangkan bagi siswa. Siswa diharapkan memahami materi yang diberikan sehingga mampu mengambil manfaat dan menerapkan dalam kehidupan mereka. Sedangkan materi pembelajaran dikemas dengan baik dan didukung oleh media pembelajaran yang mampu membantu siswa untuk memahaminya.
Matematika menjadi mata pelajaran yang kurang disenangi oleh siswa kelas IV di SD Negeri 03 Rogoselo. Siswa terlihat kurang berkonsentrasi dan tidak tertarik dengan pelajaran. Siswa menganggap matematika sebagai mata pelajaran yang sulit dimengerti, karena mempelajari materi-materi yang bersifat abstrak. Menurut Soejadi (Heruman, 2010: 1) hakekat matematika, yaitu memiliki objek abstrak, bertumpu pada kesepakatan, dan pola berfikir yang deduktif. Meskipun di jenjang sekolah dasar siswa diajarkan konsep matematika yang sederhana dan mudah tetapi terdapat konsep-konsep yang mendasar dan penting sehingga tidak boleh dipandang sepele (Antonius Cahya Prihandoko, 2006: 1).
Teori Jean Piaget (Rita Eka Izzatty et. all, 2008: 35) mengemukakan bahwa perkembangan mental manusia melalui empat tahap. Tahap ketiga yaitu tahap operasional konkret usia 7 hingga 12 tahun. Usia siswa sekolah dasar berada pada tahap operasional konkret. Anak mengembangkan konsep dengan menggunakan benda-benda konkret untuk menyatakan dan mengingat konsep. Oleh karenanya banyak siswa sekolah dasar mengalami kesulitan memahami konsep abstrak dalam pembelajaran matematika.
Permasalahan di atas menuntut guru menemukan pendekatan dan media yang sesuai dalam menyajikan materi matematika. Salah satu pendekatan yang digunakan oleh guru SD Negeri 03 Rogoselo adalah pendekatan kontekstual. Johnson (2002:24) menyatakan bahwa pembelajaran kontekstual merupakan sebuah proses belajar yang bertujuan untuk membantu siswa dalam memaknai materi pelajaran dengan menarik hubungan kepada lingkungan siswa. Pembelajaran kontekstual membantu guru memberikan sebuah kaitan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari mereka.
Pendekatan kontekstual didukung dengan penggunaan media yang tepat. Misalnya menggunakan media berupa alat peraga pada materi pecahan. Alat peraga bisa membuat materi pecahan menjadi lebih jelas karena divisualisasikan menggunakan benda nyata. Guru menggunakan pelat pecahan sebagai alat peraga yang dibuat dari kertas lipat. Atau bisa dibuat dari tripleks, mika, maupun kertas warna.
Penggunaan pendekatan kontekstual didukung media berupa alat peraga pada pembelajaran pecahan menunjukkan hasil yang baik. Siswa antusias mengikuti pembelajaran matematika. Siswa merasa lebih mudah memahami materi karena terbantu dengan alat peraga pelat pecahan. Selain itu, siswa menjadi tanggap terhadap pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dan mampu menyelesaikan soal pecahan.
*Penulis adalah Guru SD N 03 Rogoselo, Kecamatan Doro, Kabupaten Pekalongan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: