Breakwater Pantai Simonet Rusak Parah

Breakwater Pantai Simonet Rusak Parah

**Banjir Rob Kian Mengancam

PEMECAH GELOMBANG RUSAK - Warga Dukuh Simonet, Desa Semut, Kecamatan Wonokerto saat ini kian ketar-ketir dengan rusaknya bangunan pemecah gelombang di sepanjang pesisir pantai. Warga kian resah banjir rob akan semakin besar, apalagi tanggul penahan rob sudah selesai dibangun karena dukuh ini berada di sisi utara tanggul tersebut. Foto: Hadi Waluyo.

WONOKERTO - Ratusan warga di Dukuh Simonet, Desa Semut, Kecamatan Wonokerto, Kabupaten Pekalongan kian resah dengan rusaknya bangunan breakwater di sepanjang pesisir pantai di wilayah itu. Dengan kerusakan bangunan pemecah gelombang itu, banjir rob saat ombak pasang hampir menyapu seluruh pemukiman di Dukuh Simonet.

Kecemasan warga di pedukuhan paling utara di pesisir Kota Santri ini kian menjadi seiring dengan selesainya tanggul penanggulangan banjir rob. Maklum, pedukuhan ini berada di luar tanggul atau di sisi utara tanggul, sehingga kekhawatiran akan dampak ombak pasang laut kian menjadi.

Rusaknya breakwater sehingga dikhawatirkan akan menjadi penyebab kian besarnya banjir rob di wilayah itu disampaikan warga setempat saat reses anggota DPRD Kabupaten Pekalongan dari PDI Perjuangan Sumar Rosul di pedukuhan itu, Sabtu (2/11) siang.

Ketua RT 14 Dukuh Simonet, Sunaryo, menuturkan, di Dukuh Simonet terdapat 56 rumah, dengan 250-an kepala keluarga. Jumlah pemilih di pedukuhan ini ada 188 jiwa. Untuk mengatasi abrasi dan mencegah banjir pasang air laut, pemerintah membangun breakwater dengan konstruksi bebatuan. Ia mengaku lupa kapan breakwater itu dibangun, namun seingatnya pada tahun 2014.

"Breakwater itu dulu tingginya sekitar 2 meter, namun sekarang ambles hingga tingginya kurang dari 1 meter. Konstruksi batu untuk pemecah gelombang ini juga banyak yang bolong sehingga tidak berfungsi optimal saat air laut pasang," terang dia.

Oleh karena itu, banjir rob akibat pasang laut pun terus terjadi di pedukuhan ini. Bahkan, banjir sudah memasuki hampir semua rumah di dukuh tersebut, dengan ketinggian air di dalam rumah berkisar antara 20 cm hingga 50 cm.

"Untuk banjir rob sendiri biasanya terjadi pada bulan 4, 5, dan 6," terang dia.
Selama musim banjir rob, lanjut dia, akses masyarakat di pedukuhan ini nyaris terisolir. Sehingga warga pun kian kesulitan mendapatkan kebutuhan Sehari-hari selama musim banjir rob.

"Kami saat ini kian resah karena kondisi breakwater rusak. Di sisi lain, tanggul penahan banjir rob sudah selesai, sehingga dikhawatirkan rob hanya akan berhenti di sini saja," katanya.
Dikatakan, banjir rob paling besar pernah terjadi pada tahun 2017. Saat itu, lanjut dia, ketinggian air mencapai 1,5 meter. "Kami berharap pemerintah bisa membangun breakwater yang rusak, sehingga air pasang laut bisa diantisipasi agar tidak masuk ke pemukiman warga," harap dia.


Anggota DPRD Kabupaten Pekalongan Sumar Rosul mengakui persoalan paling mengemuka saat reses itu adalah tanggul breakwater yang sudah rusak konstruksinya. Warga, kata dia, meminta agar breakwater bisa ditangani pemda, agar air laut tidak masuk ke pemukiman. "Saat musim rob, rumah di satu dukuh ini tergenang. Saat bangun tidur, perabotan sudah bergeser dari tempat semula karena banjir rob ini," katanya.

Ia mengaku akan mengusulkan agar perbaikan breakwater itu bisa dianggarkan di tahun 2020. Meski diakuinya kondisi keuangan pemda terbatas, namun kata dia, pembangunan breakwater itu harus masuk skala prioritas karena kondisinya mendesak untuk segera diperbaiki agar warga Dukuh Simonet merasa aman dari bahaya rob.

"Ini mendesak sehingga saya nilai bisa masuk skala prioritas di tahun 2020. Warga menghendaki agar bangunan pemecah gelombang dengan setpel atau patok beton, sehingga lebih awet dibandingkan konstruksi batu biasa yang mudah tergerus ombak. Ini lebih mahal tapi awet," ujar dia. (had)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: