Perlindungan Hukum bagi Guru Mendesak Diwujudkan

Perlindungan Hukum bagi Guru Mendesak Diwujudkan

DISKUSI - Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Provinsi Jawa Tengah, menggelar diskusi mengulas Perda Nomor 1 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Pendidikan, Sabtu (16/3) di Hotel Nirwana. M. AINUL ATHO

KOTA PEKALONGAN - Maraknya 'bullying' atau perundungan dan kasus hukum terhadap guru yang terjadi belakangan ini, membuat berbagai pihak dari dunia pendidikan mendesak agar regulasi terkait perlindungan hukum bagi guru segera diwujudkan.

Tuntutan tersebut menjadi salah satu kesimpulan yang muncul dalam sarasehan 'Pendidikan Politik bagi Perempuan' yang mengulas Perda Nomor 1 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Pendidikan oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Provinsi Jawa Tengah, Sabtu (16/3) di Hotel Nirwana Pekalongan.

Selain terkait perlindungan hukum bagi guru, ada dua tuntutan lain yang juga muncul dalam diskusi tersebut yaitu persamaan hak bagi lembaga pendidikan negeri dan swasta di Jawa Tengah serta terkait dengan peningkatan kesejahteraan tenaga pendidik dan tenaga kependidikan.

Ketiga tuntutan itu akan disampaikan kepada Pemprov Jawa Tengah untuk disertakan dalam penyusunan Peraturan Gubernur (Pergub) yang menjadi landasan pelaksanaan Perda Nomor 1 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Pendidikan.

Tiga tuntutan itu muncul dari paparan narasumber yang hadir dalam sarasehan yakni Wakil Ketua PGRI Kabupaten Batang, Arzizka Retorika, Ketua Persatuan Guru NU (PerguNU), Yayan Haryadi dan Anggota Komisi E DPRD Jawa Tengah, Adi Rustanto.

Dalam paparannya, Wakil Ketua PGRI Kabupaten Batang, Arzizka Retorika mengatakan dalam Perda tersebut belum terlihat adanya regulasi yang mengatur tentang perlindungan hukum bagi guru.

"Padahal akhir-akhir banyak kasus guru dibully, bahkan sampai terkena kasus hukum hanya karena menegakkan kedisiplinan terhadap anak didiknya. Sehingga seharusnya dalam tindakan oleh guru perlu ada batas yang jelas untuk membedakan tindakan profesional atau tindakan yang tidak profesional. Jadi kami berharap harus ada perlindungan hukum terhadap guru," jelasnya.

Arziz melihat, berkembangnya teknologi informasi yang mudah diakses siapapun membuat banyak orang tua baper. Dia mencontohkan, penertiban terhadap siswa seperti pencukuran rambut, hukuman push up atau bahkan kegiatan ekstrakulikuler yang digelar hingga sore hari sering mendapat protes atau bahkan dilaporkan ke pihak berwajib oleh orang tua. "Kalau seperti ini bagaimana pendidikan bisa berjalan," ujarnya.

Dia berharap selain diatur dalam Pergub nantinya juga ada kesepakatan bersama Forkompinda jika terjadi pelaporan kasus yang terjadi di sekolah. "Kami harapkan nanti jika ada laporan pihak berwajib tidak langsung menindaklanjutinya. Tapi bisa dilakukan analisa bersama, dan diselesaikan secara kekeluargaan. Kecuali jika memang terjadi tindak kriminal di luar tugas-tugas wajib seorang guru," tambahnya.

Ketua PerguNU Kabupaten Pekalongan, Yayan Hariyadi menambahkan, adanya pengalihan kewenangan SMA-SMK dari pemerintah kabupaten kota ke Pemerintah Provinsi membuat banyak ketimpangan yang dirasakan oleh sekolah swasta. Dia mencontohkan, ada banyak insentif yang dulu diterima oleh sekolah swasta saat dikelola oleh pemerintah kabupaten kota namun kini menghilang. Sedangkan untuk sekolah negeri, dia melihat banyak fasilitasi dari Pemprov yang dikucurkan.

"Apalagi dalam Perda yakni di Bab 3 pasal 11 sudah dicantumkan bahwa Pemprov bertanggung jawab atas penyelenggaraan sistem pendidikan di daerah sesuai kewenangannya. Disini tidak disebutkan negeri atau swasta yang artinya baik negeri atau swasta harus mendapatkan hak yang sama. Ini yang kami harapkan bisa dikawal dan diwujudkan," kata Yayan.

Apalagi di Jawa Tengah dari 1.800 SMA-SMK, 1.500 diantaranya merupakan sekolah swasta sedangkan sekolah negeri hanya mencapai 300an. Hal itu menurunya menjadi bukti bahwa kontribusi swasta dalam dunia pendidikan sangat besar. "Sekolah swasta turut mencerdaskan anak bangsa sehingga seharusnya mendapatkan hak yang sama dengan sekolah negeri," pintanya.

Anggota Komisi E DPRD Provinsi Jawa Tengah, Adi Rustanto menyatakan, setelah melihat apa yang disampaikan dalam sarasehan kali ini dia berpendapat bahwa masih ada hal-hal yang perlu dioptimalkan dalam Perda Nomor 1 Tahun 2019, khususnya pada tiga hal yang menjadi kesimpulan atau tuntutan dalam sarasehan kali ini.

"Saya yakin masih banyak celah dalam Perda yang harus dilengkapi. Melalui diskusi kali ini ternyata muncul beberapa masalah yang sudah lama menjadi persoalan di dunia pendidikan. "Untuk bagaimana tindaklanjutnya, kita akan bawa bareng-bareng kesimpulan ini untuk disampaikan kepada Pemprov. Sehingga harapannya apa yang menjadi tuntutan ini bisa menjadi pertimbangan untuk masuk dalam Pergub," tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: