Jangan Ada Sekolah Tahan Ijazah
KOTA - DPRD Kota Pekalongan meminta jangan sampai ada kejadian atau laporan adanya penahanan ijazah oleh sekolah pasca diumumkannya hasil kelulusan siswa tingkat SMP sederajat pada 5 Juni 2020. Permintaan tersebut disampaikan Ketua DPRD Kota Pekalongan dalam rapat kerja bersama Dinas Pendidikan dan kepala SMP se Kota Pekalongan, kemarin.
"Tadi sudah banyak disampaikan baik harapan dari teman-teman DPRD maupun penjelasan dari perwakilan kepala sekolah. Sehingga dalam pertemuan hari ini kami anggap semua sudah sepakat bahwa jangan sampai ada kejadian atau laporan tentang ijazah yang ditahan oleh sekolah," kata Balgis.
Harapan yang sama diungkapkan Ketua Komisi C, Makmur S Mustofa. Dia menyatakan bahwa DPRD seringkali menerima laporan dari masyarakat terkait kejadian tersebut. "Kalau laporan sebelumnya banyak. Sehingga dalam kesempatan ini kami tadi sudah sampaikan dan klarifikasi langsung. Sudah disampaikan juga dari kepala sekolah bahwa tidak ada kejadian demikian. Sehingga harapan kami mulai saat ini jangan sampai muncul kejadian yang demikian di Kota Pekalongan," harapnya.
Menurutnya, dari kejadian yang sebelumnya sempat dilaporkan penahanan ijazah terjadi karena berbagai faktor. Salah satunya terkait dengan administrasi atau pembayaran yang belum tuntas. Mustofa menyatakan, jika memang demikian sekolah diharapkan mampu membangun komunikasi dengan orang tua siswa sehingga apa yang menjadi permasalahan dan maksud dari masing-masing pihak dapat tersampaikan dan diselesaikan dengan baik.
Sementara itu, Ketua MKKS SMP Negeri Kota Pekalongan Heni Daryani menjelaskan bahwa kejadian penahanan ijazah sudah tidak pernah lagi terjadi di Kota Pekalongan. Apalagi dikatakannya ada SOP yang mengatur bahwa untuk mendapatkan akreditasi yang baik sekolah hanya boleh menyimpan ijazah siswa maksimal selama tiga bulan.
"Fenomena yang terjadi dalam dua tahun terakhir, justru memang dari pihak siswa atau orang tua yang terkadang tidak mengambil ijazahnya di sekolah. Apalagi dalam sistem PPDB ijazah bisa digantikan surat keterangan sehingga kecenderungannya ketika ijazah tidak diambil maka anak sulit kembali lagi ke sekolah karena sudah ada di SMA," jelasnya.
Padahal, lanjut Heni, siswa harus melakukan cap tiga jari dan juga tanda tangan di sekolah sebelum ijazah diterbitkan. Juga ada buku induk yang harus diurus oleh siswa yang bersangkutan. "Dengan kondisi yang seperti itu terkadang ijazah tidak diambil dan juga tidak bisa diterbitkan karena belum ditandatangani atau dicap tiga jari
Selain itu, khusus di wilayah-wilayah terdampak banjir maupun rob juga seringkali pihak siswa maupun orang tua yang justru menitipkan ijazahnya di sekolah. Padahal pihak sekolah juga selalu menyiapkan surat panggilan agar orang siswa bisa mengambil ijazah. "Sekolah diatur SOP yakni adanya batas waktu maksimal tiga bulan. Jadi justru kami ingin ijazah semuanya terdistribusi. Tapi terkadang yang terjadi justru sebaliknya. Jadi untuk penahanan ijazah kami nyatakan tidak ada," tandasnya.(nul)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: