Kain Batik Tertua Koleksi Museum Batik Sudah Berusia 100 Tahun
KOTA - Selembar kain itu sudah tampak rapuh. Dua lubang berdiamater antara 5 sampai 7 sentimeter semakin menegaskan usia kain yang sudah sangat tua. Motif jlamprang, motif khas Pekalongan, menghiasi hampir seluruh badan kain dengan kombinasi motif tumpal di kepala kain. Sedangkan warnanya didominasi biru dan merah yang sudah memudar dan tak tajam lagi. Kondisinya memang sudah sangat rapuh tapi kecantikan kombinasi motif serta warnanya tetap terjaga.
Itulah sekilas gambaran kain batik berusia 100 tahun yang merupakan koleksi dari Museum Batik Kota Pekalongan. Sampai saat ini, kain tersebut teridentifikasi sebagai kain batik tertua yang disimpan oleh Museum Batik. Kain itu tidak ditampilkan di ruang pamer tapi disimpan di ruang konservasi mengingat kondisinya yang sudah sangat rapuh. Kain batik itu ditopang kain lain di bawahnya dan dijahit dengan teknik nisik yang dilakukan dengan ekstra hati-hati.
"Memang tidak semua pengunjung bisa melihat kain ini karena kondisinya yang sudah sangat rapuh sehingga sangat rawan. Jika ingin melihat untuk kepentingan tertentu bisa, tapi harus mengikuti alur birokrasi seperti pengajuan surat yang berisi kepentingan melihat untuk apa," ungkap Kepala Museum Batik, Ahmad Asror.
Asror mengatakan, usia kain dengan panjang 205 sentimeter dan lebar 105 sentimeter itu diidentifikasi berdasarkan tahun motif. Berdasarkan kajian pustaka, motif jlamprang yang tergambar di kain identik dengan motif jlamprang yang ada di kain batik pada kisaran tahun 1900-an. Ditambah dengan kondisi kain yang rapuh, dapat ditarik kesimpulan perkiraan usia kain tersebut. "Memang kami belum bisa melakukan identifikasi usia dengan teknologi yang lebih tinggi karena keterbatasan yang ada. Sehingga kami lakukan dengan identifikasi tahun motif dan usia yang disematkan pada kain akhirnya tidak serta merta merujuk pada tahun pembuatannya melainkan tahun kain batik itu berasal," tambah Asror.
Pun siapa pemilik, pengrajin hingga penyumbang kain tersebut, tak teridentifikasi secara jelas. Sebab kain itu sudah ada di Museum Batik sejak dikelola oleh pihak swasta atau sebelum tahun 2006. Ketika pengelolaannya berpindah tangan ke pihak pemerintah, data yang diterima tak begitu lengkap. Saat Museum Batik akan diresmikan, komunitas di Kota Pekalongan kemudian mengumpulkan koleksi dan melakukan identifikasi terhadap koleksi yang ada.
Selain kain batik bermotif jlamprang itu, masih ada beberapa kain batik lain yang usianya cukup tua. Salah satunya batik motif cinderella yang diperkirakan berasal antara tahun 1900 sampai 1920. Untuk kain motif tersebut, saat ini dipajang di ruang pamer III. Kemudian untuk kain batik dari tahun 1920 ke atas, jumlahnya juga cukup banyak. Asror mengatakan, pihaknya masih terus melakukan reinventarisasi terhadap sekitar 1.200 koleksi yang ada di Museum Batik untuk mencari apakah ada kain batik yang berusia lebih tua, kain yang bukan masuk kategori batik, atau kategori lain yang akan diklasifikasikan lebih lanjut.
Museum Batik memiliki sekitar 1.200 koleksi kain batik namun hanya sekitar 150 sampai 200 kain batik yang bisa dipajang di tiga ruang pamer yang ada. Masing-masing ruang pamer, hanya bisa menampung sekitar 50 sampai 70 kain batik. Dikatakan Asror, pihaknya terus mengganti koleksi kain batik di ruang pamer minimal satu tahun sekali untuk penyegaran. Pergantian koleksi di ruang pamer tidak bisa dilakukan lebih sering karena Museum Batik belum memiliki tenaga kurator. Sehingga pihaknya kesulitan untuk menata koleksi di ruang pamer agar tertata apik dan informasi yang diberikan tetap sampai ke pengunjung.
Dari 1.200 koleksi yang ada, beberapa diantaranya merupakan sumbangan dari para pesohor dan mantan pejabat. Mulai dari presiden keenam RI, Susilo Bambang Yudhoyono dan wakilnya, Budiono. Juga koleksi milik istri presiden ketiga RI, Ainun Habibie hingga sejumlah koleksi sumbangan dari luar negeri seperti Malaysia dan Sri Langka.(nul)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: