Urgensi Keselamatan Kesehatan Kerja Di Tempat Kerja

Urgensi Keselamatan Kesehatan Kerja Di Tempat Kerja

--

Oleh : Nadhifa Bunga S (0623015781) dan Sukma Hidayanti (0623015981) Mahasiswa S1 Kesehatan Masyarakat Semester 3 Universitas Pekalongan

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah aspek fundamental dalam dunia kerja yang berfungsi untuk melindungi hak, keselamatan, serta kesejahteraan pekerja. K3 bukan hanya tanggung jawab perusahaan, tetapi juga kewajiban yang diatur dalam hukum dan berhubungan erat dengan efisiensi serta produktivitas kerja. Implementasi K3 yang baik dapat mengurangi risiko kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja, serta meminimalkan dampak ekonomi yang ditimbulkan akibat kelalaian terhadap keselamatan kerja. Oleh karena itu, urgensi penerapan K3 dapat dikaji dari tiga aspek utama, yaitu hak asasi manusia, legalitas hukum, dan ekonomi.

Aspek Hak Asasi Manusia dalam K3

Keselamatan dan kesehatan di tempat kerja adalah bagian dari hak asasi manusia yang harus dijamin oleh negara dan pemberi kerja. Hak atas lingkungan kerja yang aman dan sehat tercantum dalam berbagai instrumen hukum internasional maupun nasional. Di Indonesia, Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 menegaskan bahwa setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Hak ini mencakup perlindungan dari risiko kerja yang membahayakan keselamatan dan kesehatan pekerja.

Selain itu, Konvensi Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) Nomor 155 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja menyatakan bahwa setiap pekerja berhak atas lingkungan kerja yang aman dan bebas dari risiko yang dapat mengancam keselamatannya. Konvensi ini menegaskan bahwa perlindungan terhadap pekerja bukan hanya tentang aspek fisik, tetapi juga mencakup kesejahteraan psikologis dan sosial.

Sayangnya, di beberapa sektor kerja, terutama di industri dengan risiko tinggi seperti pertambangan, manufaktur, dan konstruksi, pelanggaran terhadap hak-hak pekerja dalam hal K3 masih sering terjadi. Banyak pekerja yang bekerja dalam kondisi berbahaya tanpa perlengkapan keselamatan yang memadai, seperti helm, sarung tangan, atau masker pelindung. Selain itu, masih ada kasus pekerja yang dipaksa bekerja dalam waktu yang panjang tanpa istirahat yang cukup, yang berisiko meningkatkan kecelakaan kerja akibat kelelahan.

Tidak hanya itu, pekerja di sektor informal juga kerap menghadapi tantangan dalam mendapatkan perlindungan K3 yang layak. Banyak pekerja lepas atau pekerja rumahan yang tidak memiliki akses terhadap jaminan sosial maupun fasilitas kesehatan kerja. Hal ini memperkuat urgensi pemerintah dan pihak terkait untuk memastikan bahwa setiap pekerja, baik formal maupun informal, mendapatkan hak atas lingkungan kerja yang aman dan sehat.

Contoh: Di beberapa industri, khususnya yang memiliki risiko tinggi seperti pertambangan dan konstruksi, masih ditemukan praktik di mana pekerja bekerja tanpa menggunakan alat pelindung diri (APD) yang memadai. Kondisi ini tidak hanya membahayakan keselamatan dan kesehatan pekerja, tetapi juga merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia, yaitu hak untuk bekerja di lingkungan yang aman dan sehat. Oleh karena itu, penerapan kebijakan yang ketat dan penyediaan APD yang sesuai menjadi sangat penting untuk memastikan perlindungan hak pekerja serta mencegah terjadinya kecelakaan kerja yang fatal.

Aspek Legal Hukum dalam K3

Selain menjadi hak asasi manusia, keselamatan dan kesehatan kerja juga merupakan kewajiban hukum yang harus dipatuhi oleh setiap perusahaan. Di Indonesia, K3 diatur dalam berbagai regulasi, seperti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja dan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Peraturan-peraturan ini mengatur kewajiban perusahaan dalam menyediakan lingkungan kerja yang aman serta memberikan sanksi bagi pelanggaran yang terjadi.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 mengharuskan setiap tempat kerja untuk memiliki sistem manajemen keselamatan kerja yang mencakup penyediaan alat pelindung diri (APD), pelatihan bagi pekerja, serta mekanisme untuk mencegah dan menangani kecelakaan kerja. Jika perusahaan melanggar ketentuan ini, mereka dapat dikenai sanksi berupa denda hingga pencabutan izin usaha.

Selain itu, Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) mewajibkan perusahaan untuk mengadopsi sistem yang terstruktur dalam mengelola keselamatan kerja. SMK3 bertujuan untuk menciptakan budaya kerja yang lebih aman dan mengurangi risiko kecelakaan kerja.

Namun, implementasi hukum terkait K3 masih menghadapi banyak tantangan. Banyak perusahaan yang hanya mematuhi regulasi ini secara formal tanpa benar-benar menerapkannya dalam operasional sehari-hari. Misalnya, beberapa perusahaan hanya menyediakan pelatihan K3 sebagai formalitas tanpa memastikan bahwa pekerja benar-benar memahami dan menerapkan prosedur keselamatan. Selain itu, pengawasan dan penegakan hukum terhadap pelanggaran K3 masih lemah, terutama di sektor informal dan usaha kecil-menengah (UKM).

Dalam beberapa kasus, terjadi kecelakaan kerja yang disebabkan oleh kelalaian perusahaan dalam menyediakan lingkungan kerja yang aman. Misalnya, banyak kecelakaan di sektor konstruksi yang disebabkan oleh kurangnya perlengkapan keselamatan atau kegagalan dalam mematuhi standar teknis. Hal ini menunjukkan bahwa peraturan yang ada perlu lebih ditegakkan dengan pengawasan yang lebih ketat serta sanksi yang lebih tegas bagi perusahaan yang melanggar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: