Balada Zonasi Sekolah

Senin 24-06-2019,12:40 WIB

Nurul Kurniasih, S.ST

Sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) dengan sistem zonasi masih terus mengundang pro dan kontra. Bagaimana tidak, peserta didik yang sudah bekerja keras pada suatu jenjang pendidikan harus pupus harapannya untuk masuk ke sekolah terbaik. Hasil kerja keras belajar kini tak laku lagi, dikalahkan oleh angka meteran jarak rumah ke sekolah.

Berlandaskan hukum Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 51 Tahun 2018 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru, tahun ini pemerintah sepenuhnya memberlakukan sistem zonasi sekolah. Menurut Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, sistem zonasi ini diberlakukan demi tercapainya pemerataan kualitas pendidikan.

Pemerataan tersebut meliputi beberapa tujuan yaitu pemerataan akses pendidikan, memudahkan upaya peningkatan kapasitas guru, menghilangkan praktik jual beli kursi dan pungli, mendekatkan siswa dengan lingkungan sekolah, memberikan data yang valid sebagai dasar intervensi pemerintah dan pemda, dan mendorong siswa untuk bekerja sama dengan kondisi kelas yang heterogen. Sistem zonasi ini nantinya juga akan meniadakan konsep adanya sekolah favorit dan sekolah tidak favorit. Selama ini, sekolah favorit identik sebagai tempat pendidikan yang menampung siswa dengan kemampuan akademis tinggi. Sekolah itu juga dilengkapi dengan fasilitas penunjang dan kapasitas guru yang mumpuni.

Penyetaraan fasilitas penunjang pendidikan dan kapasitas guru di semua sekolah seharusnya menjadi perhatian awal sebelum pemberlakuan PPDB sistem zonasi. Sistem zonasi akan efektif jika mutu sekolah-sekolahnya sudah setara. Bukan hanya murid-muridnya yang disebar di sekolah sesuai zona tempat tinggalnya masing-masing, tapi keberadaan guru yang unggul juga harus turut disebar tidak hanya terpusat di sekolah unggulan/favorit.

Dengan demikian, sekolah yang sebelumnya tidak tergolong favorit memiliki guru dengan kemampuan unggul yang secara tidak langsung dapat meningkatkan mutu sekolah dan siswa yang menjadi peserta didiknya. Karena pemerataan pendidikan tentunya bukan hanya karena andil dari inputnya yaitu kualitas para peserta didik, akan tetapi juga ditentukan oleh kualitas guru dan kelengkapan fasilitas penunjang pendidikannya. Jika sistem zonasi tetap dilakukan tanpa memperhatikan kualitas guru dan fasilitas penunjang yang tidak merata, maka mutu pendidikan akan tetap tak merata.

Para orang tua peserta didik terutama yang memiliki kemampuan akademis baik tentunya tidak rela untuk menyekolahkan putra putrinya di sekolah dengan fasilitas kurang memadai meski dekat dengan tempat tinggalnya. Penerapan sistem zonasi ini menyebabkan peserta didik dengan nilai yang tinggi tidak lagi mendapatkan jaminan akan mendapatkan sekolah favorit.

Sesuai ketentuan pasal 16 Permendikbud tersebut, Pendaftaran PPDB dilaksanakan melalui 3 (tiga) jalur, yaitu jalur zonasi (kedekatan wilayah), jalur prestasi, dan jalur perpindahan tugas orang tua/wali. Diatur pula bahwa sekolah wajib menerima minimal 90 % peserta didik baru berasal dari jalur zonasi, 5% jalur prestasi dan 5% jalur perpindahan tugas orang tua/wali.

Pemberlakuan PPDB dengan dasar sistem zonasi tentu sudah dikaji secara mendalam oleh pembuat peraturan, meskipun saat ini menimbulkan pro dan kontra di masyarakat. Dengan begitu besarnya porsi jalur zonasi pada PPDB sekolah tahun ini, tentu kita tidak bisa melepaskan diri dari pemikiran tentang sudah meratakah lokasi pembangunan sarana pendidikan/sekolah di negara kita?.

Apabila pemberlakuan sistem ini melewatkan data kajian ini, tentu menimbulkan persoalan tersendiri, terutama ketika daya tampung sekolah di wilayah tertentu tidak sesuai dengan kebutuhan, atau adanya wilayah/daerah yang disana benar-benar tidak terdapat sekolah negeri yang berada di suatu wilayah. Bagaimana di Kota Pekalongan? Untuk jenjang SD ke SMP misalnya. Mari kita lihat data tentang lokasi sebaran sekolah di kota ini dengan menganalisis perbandingan data siswa SD yang lulus pada tahun ini dengan daya tampung sekolah SMP Negeri di wilayah terdekatnya.

Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan yang telah diolah, persentase daya tampung sekolah SMP Negeri per kecamatan yaitu 69,30 % di Kecamatan Pekalongan Barat, 89,32 % siswa di Kecamatan Pekalongan Timur, 100,29 % di Kecamatan Pekalongan Utara, dan 98,56 % siswa di Kecamatan Pekalongan Selatan. Adapun secara keseluruhan, hanya 89,37 % siswa SD yang dapat ditampung di sekolah SMP Negeri di Kota yang terkenal dengan produksi batik ini.

Dari data ini kita dapat menarik kesimpulan bahwa pemberlakuan sistem PPDB berdasarkan zonasi di Kota Pekalongan sebenarnya belum tepat, karena tidak semua siswa SD dapat ditampung di sekolah SMP Negeri. Dan akan semakin berat ketika siswa SD itu berasal dari Kecamatan Pekalongan Barat, karena hanya 69,30 % dari mereka yang dapat tertampung di SMP Negeri di wilayahnya.

Lantas kemanakah siswa SD negeri yang tak tertampung di wilayah sesuai zonasinya? Tentu sesuai konsep si pembuat peraturan mereka seharusnya ke sekolah-sekolah swasta. Setelah dihadapkan pada kenyataan ini, kita lantas berpikir lebih jauh, sudah setarakah kualitas pendidikan SMP swasta di Kota ini? Atau relakah anak kita yang bernilai baik, dan kebetulan rumah tinggalnya tidak masuk zona sekolah SMP Negeri dan harus terpaksa bersekolah di SMP swasta yang kualitasnya tidak sesuai keinginan? Tentu jawaban dan pertimbangan lain adalah hak masing-masing orang tua siswa.

Mungkin inilah yang menyebabkan begitu banyak pro dan kontra di masyarakat Indonesia secara umum. Belum lagi untuk daerah dengan wilayah pemerintahan kabupaten yang luas dan sebaran sekolah yang belum merata, tentu akan menuai kontra persetujuan atas pemberlakuan peraturan ini. Kita juga harus menyadari bahwa sudah sejak jaman dahulu, sekolah-sekolah di negara kita apalagi jenjang SMA lebih banyak didirikan di Pusat Kota/Kabupaten.

Semoga apapun latar belakang dan tujuan mulia pembuat peraturan di negera ini sudah melalui pertimbangan yang matang dan berlandaskan data yang valid, sehingga dapat membawa kualitas pendidikan di negeri ini menjadi semakin baik. (*)

Ditulis oleh Nurul Kurniasih, S.ST, Fungsional Statistisi Muda, Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Pekalongan

Tags :
Kategori :

Terkait