*Perwakilan Buruh yang Di-PHK Ngadu ke DPRD
KOTA - Komisi C DPRD Kota Pekalongan akan memanggil manajemen PT Mafatex terkait dengan adanya permasalahan PHK sepihak dan tuntutan pesangon dari mantan pekerja. Hal itu disampaikan Ketua Komisi C, Aminudin Azis dalam audiensi bersama perwakilan buruh dari PSP SPN PT Mafatex di Ruang Rapat Paripurna DPRD, Rabu (12/1/2022).
Kedatangan perwakilan buruh diterima oleh Ketua Komisi C, Aminudin Azis bersama Wakil Ketua DPRD, Nusron. Hadir juga dalam audiensi, perwakilan Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja, Nurul Indrawati.
Ketua Komisi C DPRD, Aminudin Azis menegaskan akan memanggil manajemen PT Mafatex untuk dimintai keterangan terkait permasalahan yang diadukan buruh. "Yang akan kami lakukan, kami akan meminta keterangan dari pihak perusahaan. Insya Allah kami akan meminta keterangan sebelum mediasi ketiga dilakukan," katanya usai mendengarkan kronologis permasalahan.
DPRD dikatakan Aminudin jelas memiliki perasaan yang sama dengan para buruh terkait masalah PHK dan pesangon. Namun pihaknya juga harus tetap meminta keterangan secara berimbang dari kedua belah pihak. "Kami juga harus mendengarkan keterangan dari pihak perusahaan agar kita bisa menemukan win-win solution sesuai harapan bersama," tambahnya.
Aminudin juga meminta buruh untuk menyiapkan perhitungan riil terkait dengan tuntutan pesangon. Sebab dari kronologis yang disampaikan Dinperinaker, tuntutan buruh memunculkan angka tapi hanya sesuai aturan normatif yakni sesuai undang-undang. "Harapan kami ada hitung-hitungan dari pekerja berapa nilainya agar bisa masuk sebagai nilai tuntutan," katanya.
Sementara Wakil Ketua DPRD, Nusron juga menyampaikan hal yang sama. Bersama diundangnya perwakilan perusahaan, pihaknya juga akan menghadiran Dinpernaker dalam rangka mendalami aturan-aturan yang ada. "Kami ingin menggali seperi apa aturanya, dasar masuknya karyawan ini apa, alasan pemecatan dan ada gak bukti hitam di atas putih yang ditandatangani karyawan dan perusahaan," katanya.
Setelah akar permasalahannya diketahui, DPRD akan mencoba mengarahkan solusi yang tidak merugikan kedua belah pihak yang selanjutnya dapat ditindaklanjuti oleh Dinperinaker sebagai mediator dan dinas yang berwenang menangani. "DPRD akan mencoba memfasilitasi untuk bisa selesai. Belum tentu tuntutan buruh 100% terpenuhi dan belum tentu keinginan perusahaan 100% terpenuhi. Tapi kami mencoba menemukan titik kesepakatan agar tidak saling dirugikan. Itu itikad kami, jadi ini berproses," jelasnya.
Ketua PSP SPN PT Mafatex, Cukup, dalam keterangannya saat audiensi mengatakan bahwa tujuan audiensi tersebut yakni untuk meminta kepada Komisi C DPRD Kota Pekalongan agar bisa turut membantu, mengawasi dan mengontrol proses mediasi antara buruh yang terkena PHK dengan pihak perusahaan.
"Tujuan audiensi ini adalah memohon kepada Komisi C untuk ikut mengawasi, mengontrol dan membantu proses penyelesaian masalah ini. Dengan harapan kami bisa dapat kepastian tentang pesangon untuk 105 orang yang terkena PHK," tuturnya.
Masalah hubungan industrial antara pekerja dengan manajemen PT Mafatex saat ini sudah melalui tahap mediasi kedua. Dinperinaker sebagai mediator, juga tengah menjadwalkan mediasi ketiga. Sebelumnya juga telah dilakukan bipartit antara pihak pekerja dengan pihak perusahaan sebanyak dua kali. Namun dari serangkaian perudingan yang sudah dilakukan belum ada kesepakatan antara kedua belah pihak.
"Perusahaan menawarkan pesangon sebesar Rp2.072.000 per orang atau satu kali gaji. Kami menolak angka tersebut," tambah Cukup.
Kabid Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial pada Dinperinaker, Nurul Indrawati, dalam kesempatan tersebut menjelaskan kronologis permasalahan hubungan industrial di PT Mafatex. Dikatakan Nurul, PHK yang menimpa 105 karyawan kontrak terjadi pada 23 November 2021. Atas masalah itu, kemudian dilakukan Bipartit sebanyak dua kali yakni pada 23 November 2021 dan 30 November 2021.
Karena belum menemui kesepakatan, pihak buruh melalui PSP SPN mengajukan mediasi ke Dinperinaker dan dilaksanakan mediasi yang pertama pada 22 Desember 2021 dan kedua belah pihak belum sepakat sehingga dilakukan mediasi kedua pada 6 Januari 2022.
"Tuntutan dari pekerja yakni mereka yang di-PHK mendapatkan pesangon sesuai dengan ketentuan undang-undang dan menolak kompensasi yang ditawarkan perusahaan sebesar RP2.072.000 atau satu kali gaji. Pihak perusahaan, tidak dapat memberikan pesangon sesuai tuntutan karena mereka merupakan karyawan kontrak di mana kontraknya dilakukan antara karyawan dengan paguyuban, bukan dengan perusahaan," jelas Nurul.