Ingin Koleksi Senjata Katana, Datanglah ke Desa Bumiayu

Rabu 29-01-2020,16:15 WIB

PRODUKSI - Sejumlah pekerja rumah industri tampak sedang membuat senjata tradisional Jepang yang biasa disebut Katana.

KENDAL - Bagi yang ingin mengoleksi senjata tradisional Jepang atau biasa disebut Katana, tidak perlu jauh-jauh pergi ke Negeri Sakura. Pasalnya, di Dusun Sumber, Desa Bumiayu, Kecamatan Sukorejo, juga ada industri rumahan yang khusus membuat senjata tradisional tersebut, namanya Java Katana.

Ada dua jenis brand yang diproduksi, yaitu brand kelas koleksi yang berupa pedang panjang dan brand kelas pisau dapur yang bentuknya pendek. Sementara ini, rumah industri tersebut hanya melayani pemesanan untuk dalam negeri.

Pemilik Java Katana, Luthfi mengatakan, peluang pasar Katana di Indonesia cukup besar, mengingat kebanyakan kolektor dan komunitas peminat senjata tradisional itu berada di kota-kota besar, seperti Jakarta, Surabaya dan Semarang. Untuk sementara, pihaknya tidak melayani pemesanan dari luar negeri, karena sudah kewalahan melayani pemesanan dari dalam negeri.

"Ada yang pesan dari luar negeri, seperti Malaysia, namun sementara tidak bisa dilayani, karena sudah kewalahan melayani pemesanan di dalam negeri sendiri. Selain itu, prosedurnya terlalu ribet untuk pengiriman ke luar negeri," ungkapnya, Selasa (28/1).

Menurut Luthfi, Java Katana merupakan satu-satunya home industri yang membuat kerajinan pedang Jepang. Di daerah Jawa Barat memang ada yang memproduksi pedang Jepang, namun kualitas tidak seperti produk asli Jepang. "Di daerah lain ada, tapi seperti pedang biasa. Kalau Java Katana yang dibuat kelasnya untuk kolektor," imbuhnya.

Luthfi menambahkan, Java Katana memiliki 12 pekerja yang per bulan rata-rata bisa memproduksi 8 sampai 10 bilah pedang panjang. Harga mulai Rp 4,5 juta hingga Rp 10 juta, tergantung bentuk dan kerumitan motifnya. Ia sendiri mulai membuka usaha kerajinan katana pada tahun 2013. Berawal dari hobi mengoleksi pedang Jepang, kemudian belajar secara otodidak dengan melihat langsung pada pembuat. Setelah merasa bisa, kemudian membeli peralatan untuk memproduksi sendiri.

"Saya juga belajar langsung kepada kolektor, sehingga produk yang dibuat sesuai dengan keinginan kolektor. Satu tahun otodidak. Terus mencoba sampai berkali-kali, sampai produk yang dibuat sesuai harapan," pungkasnya. (lid)

Tags :
Kategori :

Terkait