Waspadai Sekecil Apapun KDRT

Kamis 03-09-2020,15:45 WIB

*Belajar Dari Kasus Tragis di Bojong

KAJEN - Sekecil apapun kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) agar disikapi dengan baik. Pasalnya, sekecil apapun KDRT bisa jadi merupakan sinyal kejadian yang lebih besar.

"Kita sebagai anggota keluarga atau masyarakat jika mengetahui seseorang ada kecenderungan di permasalahan hidupnya harus segera dibantu supaya tidak sampai terjadi seperti itu. Atau masyarakat mengetahui seseorang mengalami KDRT atau melakukan KDRT, kita harus segera menolong karena itu berisiko," ujar psikolog dari Pekalongan Nur Agustina, saat dimintai tanggapan dari sisi psikologis kejadian tragis di Desa Karangsari, Kecamatan Bojong, Kabupaten Pekalongan, Rabu (2/9/2020).

Dikatakan, jika anggota keluarga atau masyarakat mengetahui ada kekerasan dalam rumah tangga harusnya bisa melakukan tindakan-tindakan lebih dini. Yakni, dengan memberikan bantuan kepada pelaku bahwa dia mengalami permasalahan yang berat dan tidak ada yang membantu atau kepada korban yang bisa menimpa pasangan hidupnya atau anaknya.

"Jika ini dalam situasi berisiko harusnya kita segera minta bantuan. Kita sering hebohnya setelah kejadian. Begitu kita tahu dari awal bisa lapor RT, RW, atau Bhabinkamtibmas di desa agar memfasilitasi. KDRT sekecil apapun itu sinyal.

Misalnya, saya dipukuli suami saya dan warga tahu itu harus lapor RT, RW, atau Bhabinkamtibmas supaya suami saya dikasih tahu dan saya ya tahu jika ada kejadian saya harus bagaimana," ujar dia.

Jika masyarakat diam saja, maka seolah-olah ada pembiaran. Padahal, lanjut dia, ada faktor risiko-risiko yang tidak diketahui. "Saya yakin itu tidak muncul tiba-tiba. Ada banyak tanda-tanda yang mungkin bagi pelaku dia butuh bantuan untuk menyelesaikan masalahnya, bagi korban apalagi butuh bantuan untuk dirinya sendiri," ujarnya.

Disinggung dari sisi psikologis kenapa seseorang bisa tega menyakiti bahkan membunuh, ia mengatakan, dari faktor psikologis ada tipe kepribadian melankolis. Menurutnya, tipe kepribadian ini memungkinkan seseorang bisa melakukan perilaku membunuh, karena dia ada sifat antisosial, narsistik, dan borderline personality. "Itu bisa saja sebuah gangguan. Artinya, kalau kita mau bicara kepribadian normal sebetulnya orang ndak mungkin menyakiti orang lain apalagi istri dan anak. Jika diruntut itu pasti ada sesuatu di kepribadiannya, sehingga dia bisa melanggar karena menyakiti orang. Dia sebetulnya tahu menyakiti orang itu sakit tapi dia tidak merasakan itu karena empatinya sudah tumpul," kata dia.

Menurutnya, gangguan kepribadian ini jika dirunut pasti ada sesuatu penyebabnya atau istilahnya coping mekanism. "Coping mekanismenya lemah. Keterampilan menyelesaikan masalah itu lemah," tandas dia.

Kontrol diri, kata dia, sebenarnya kunci di kesehatan mental. Yakni, kemampuan seseorang dalam mengontrol terhadap faktor dorongan-dorongan di dalam dirinya. "Orang-orang yang mempunyai gangguan kepribadian dia tidak punya skills atau keterampilan untuk menyelesaikan masalah atau coping mekanismenya lemah. Di sisi lain, kendali dirinya juga lemah," ujar dia.

"Biasanya yang kita temukan ada beberapa kasus yang kita dapati itu bisa juga ada faktor depresi. Orang yang mengalami depresi yang berat dia ingin mengakhiri hidupnya.

Tapi bisa juga dia merasa kalau dia mengakhiri hidupnya, orang yang menjadi tanggung jawabnya itu nanti dengan siapa misalnya seperti itu. Jadi harus dilihat secara menyeluruh latar belakangnya, apakah ada konflik-konflik sebelumnya atau dia punya kelainan-kelainan dalam hal menyikapi permasalahan hidup," tandasnya.

Bisa jadi seseorang sebenarnya mempunyai gangguan kepribadian, namun tidak terdeteksi. Bahkan, kemungkinan itu bagian dari gangguan kepribadian yang cukup untuk menyakiti orang.

"Misalnya tanda-tandanya mungkin dia agak mengabaikan tanggung jawab, cenderung ringan tangan. Indikasi dini sebetulnya bisa dilihat, misalnya jika bertengkar dia agresif secara verbal, agresif secara fisik, atau menyakiti secara fisik, bisa juga secara psikis dengan mengabaikan secara tanggung jawab dalam membantu pasangannya. Artinya bisa terlihat, namun kita belum mengetahuinya," katanya.

Seseorang tidak mungkin melakukan aksi keji seperti itu secara tiba-tiba. "Pasti ada perjalanan-perjalanan kejadian traumatis juga bisa, atau kalau kita runtut ke belakang bisa saja ada yang salah dari pola asuhnya selama ini seperti apa yang dia terima," kata dia.

Tags :
Kategori :

Terkait