BREBES - Imbauan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo kepada petani bawang di Brebes agar memakai pupuk organik, telah membuahkan hasil.
Petani bawang yang telah menggunakan pupuk organik, kini semakin untung. Lahan mereka kini bertambah subur, sehingga produktivitasnya pun meningkat 30 persen.
Penyuluh Pertanian di Kecamatan Brebes, Hery Priyono mengatakan, imbauan Ganjar agar petani perlahan beralih ke pertanian organik disambut antusias. Menindaklanjuti imbauan tersebut, pihaknya lantas secara swadaya mengadakan sekolah lapang, diikuti delapan kelompok tani dari delapan desa.
"Kedatangan Pak Ganjar Pranowo beberapa waktu lalu dalam rangka pemulihan penyehatan lahan, karena di beberapa media brebes kan 50 persen rusak karena pestisida (berlebihan). Maka, tindak lanjut itu kami dengan beberapa kelompok membentuk satu sekolah lapang, kami lalu belajar bio remidiasi atau penyehatan lahan garapan," tuturnya Rabu (21/6/2023).
Hasilnya, beberapa waktu belakangan petani mulai merasakan perubahan pada kondisi tanah. Setelah mendapatkan perlakuan semi organik dengan pupuk dan pestisida alami, serta mengurangi penggunaan produk kimia, tanah garapan kini menjadi lebih sehat.
"Selama setahun ini, mereka menyadari bahwa dari dua sampai tiga kali panen, mereka merasakan respon tanah bereaksi dan pulih. Kalau dulu, dipupuk tak ada reaksi, dosis (pupuk kimia) ditambah lagi. Tapi, karena dulu tanah tak sehat, ya respon tanah rendah," urainya.
Selain mengembalikan kesuburan tanah, setelah menggunakan pupuk organik hasil panen para petani bawang pun meningkat.
"Produksi tadi pagi, kami habis panen di Desa Wangen Dalem perbatasan dengan Desa Krasak, ini bisa menghasilkan 13,6 ton bawang merah. Sementara yang biasa (kimia tanpa organik), ini berkisar 9-11 ton," ungkapnya.
Ketua Gapoktan Unggul Makmur Wiyono Desa Krasak, membenarkan hal itu. Menurutnya, selama ini petani bawang di Brebes memang lebih banyak menggunakan pupuk kimia. Namun, seiring sosialisasi yang dilakukan dan bantuan yang diberikan, petani kini mulai nyaman menggunakan pupuk organik.
Ia menyebut, penggunaan pupuk organik memang belum 100 persen. Pupuk organik masih dikombinasikan dengan pupuk kimia. Terutama jika terjadi serangan hama.
Wiyono mengakui, penggunaan pupuk organik dan kimia kini dilakukan secara lebih presisi. Artinya, pupuk kimia hanya digunakan jika ada serangan hama yang parah. Keduanya masih dikombinasikan agar memperoleh hasil maksimal.
Hasilnya, pada penerapan pupuk organik dan kimia yang presisi lebih menghemat biaya produksi. Secara hasil, dengan luasan tanah garapan sekitar 1.800 meter persegi, ada peningkatan 30 persen.
"Kalau saya dulu pakai kimia full itu per musim tanam sekitar Rp 10 juta. Nah kalau (dipadukan) pakai pupuk organik sekitar Rp 7 jutaan. Kini bawang yang dihasilkan pun cenderung super lebih besar. Panennya dulu 1,5 ton, sekarang bisa 1,8 ton sampai 2 ton," tuturnya.
Dikatakan Wiyono, kini anggota kelompoknya mulai nyaman menggunakan pupuk organik. Ini terlihat dari kesadaran petani yang rela merogoh kocek untuk membeli pupuk organik swadaya.
Bahkan, ia sendiri juga membuat sendiri ramuan pupuk organik yang bahannya bisa didapat dari lingkungan sekitar, Misalnya, telur, akar daun putri malu, bekatul, dan minuman yang mengandung bakteri L. Casei Shirotta Strain.