Oleh: Dr. H. Moch Machrus Abdullah, Lc, MSi.
SETIAP tahun, hampir seluruh umat Muslim di seluruh dunia merayakan kelahiran Nabi Muhammad SAW melalui berbagai cara, termasuk membaca maulid sholawat, dhikr, pertemuan keagamaan, dan berbagai bentuk sesi berbagi pengetahuan lainnya.
Perayaan kelahiran Nabi adalah momen kebahagiaan atas kedatangan Sang Penolong, Pembawa Kabar Gembira, dan sebagai pengingat akan kelahiran Rasulullah SAW, yang membawa cahaya kebenaran kepada umat manusia pada hari Senin, 12 Rabiul Awal.
Perayaan ini berakar pada ayat Quran:
قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَٰلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ
"Katakanlah, 'Dengan nikmat Allah dan rahmat-Nya hendaklah mereka bergembira; itu lebih baik daripada apa yang mereka kumpulkan.'"
Mengingat konteks keberagaman yang kaya di Indonesia, sebuah negara dengan beragam budaya dan agama, artikel ini menjelajahi bagaimana kelahiran Nabi Muhammad SAW memberi kita dua pelajaran penting: keberagaman dan perlunya membangun infrastruktur untuk menjaga dan merawat keberagaman ini.
Keberagaman dalam Ajaran Islam sebagai Mandat Sejarah
Sejarah Nabi Muhammad SAW dalam Islam menjadi landasan penting untuk memahami keberagaman. Ajaran-ajaran beliau tidak terbatas pada prinsip-prinsip umum bagi semua umat Islam; mereka juga mencakup instruksi-instruksi khusus (partikular) yang disesuaikan dengan individu sahabat dan situasi tertentu. Ini bukanlah hal yang kontradiktif, melainkan refleksi dari kompleksitas historis kehidupan beliau.
Dalam sejarah Islam, kita melihat bahwa ajaran-ajaran Nabi Muhammad SAW berbeda-beda di berbagai wilayah dan komunitas. Misalnya, mereka yang tinggal di Madinah memiliki praktik dan ajaran yang khusus sesuai dengan konteks administratif mereka, yang mungkin berbeda dari praktik di tempat lain seperti Basrah atau Damaskus dengan iklim dan konteks yang berbeda. Hal ini menciptakan beragamnya praktik keagamaan yang disebut "sunnah."
Meskipun berbeda, semua praktik ini tetap terhubung pada sahabat yang mendapatkan pesan “partikular” tersebut yang pada akhirnya juga terhubung pada ajaran Nabi Muhammad SAW dan menjadi bagian integral dari keberagaman Islam.
Infrastruktur Keberagaman dalam Sejarah Islam
Konsep infrastruktur keberagaman menjadi jelas dalam contoh-contoh sejarah seperti Makkah dan Madinah. Makkah dikenal sebagai tempat netral di mana orang-orang dari berbagai etnis, agama, dan latar belakang bisa hidup berdampingan dengan damai. Konsep "Haram" (tempat suci) memainkan peran penting dalam hal ini, menjadikan Makkah sebagai pusat perdagangan dan komersial karena sifat netralnya.
Ketika Nabi Muhammad SAW hijrah ke Madinah, beliau mengupayakan semangat yang sama dengan membentuk "Piagam Madinah," menciptakan konsensus untuk hidup bersama dalam keberagaman. Ini menunjukkan bahwa Nabi melihat keberagaman bukan sebagai masalah yang harus dihomogenkan, melainkan sebagai konsep yang bisa dikompromikan dan dipelihara bersama untuk hidup harmonis.