SEMARANG – Pemerintah Provinsi Jawa Tengah terus menegakkan integritas dalam pelayanan kepada masyarakat. Salah satu caranya adalah meningkatkan akuntabilitas dengan cara penggunaan Sistem Informasi.
Hal itu disampaikan oleh Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Jawa Tengah Sumarno saat saat membuka forum group discussion (FGD) Penguatan Penerapan Sistem Informasi Pemerintahan Daerah (SIPD) Provinsi Jawa Tengah, di Gedung Gradhika Bhakti Praja, Rabu, 18 Oktober 2023.
Teknologi informasi yang digunakan oleh Pemprov Jateng dalam hal pengelolaan keuangan adalah menggunakan Government Resources Management System (GRMS). Sistem aplikasi ini terdiri atas system e-budgeting, e-project planning, e-HSB, e-penatausahaan, e-delivery, e-controlling, e-monev dan gph, dan lainnya.
"Kita memang belum menerapkan SIPD, karena kita sudah punya GRMS yang lebih komprehensif,” kata Sumarno.
GRMS yang dibangun di Jawa Tengah pada periode kepemimpinan Gubernur Jawa Tengah dua periode (2013-2023) Ganjar Pranowo dikatakan lebih komprehensif, karena sudah terintegrasi dengan data Simpel dan data-data lainnya. Bahkan executive summary-nya sudah dapat dimonitor langsung oleh gubernur.
Dari FGD yang dibuka, diharapkan mampu mengidentifikasi dan menyambungkan data-data yang ada dalam GRMS ke SPID.
Perkembangan identifikasi itulah yang sampai saat ini ditunggu oleh Pemprov Jateng agar dapat mengintegrasikan GRMS dengan SIPD. Tujuannya agar sistem yang sudah ada bisa langsung match dengan SIPD.
“Mudah-mudahan nanti bisa terindentifikasi. Kita berharap itu (terintegrasi) karena di Permendagri ada istilah diintegrasikan," kata dia.
Dalam kesempatan itu, Sumarno mengatakan bahwa tagline "mboten ngapusi, mboten korupsi" yang selama sepuluh tahun terakhir menjadi pegangan integritas di Jawa Tengah harus terus ditegakkan.
“Integritas itu harus dimulai dari pimpinan. Pimpinan itu adalah kunci,” kata dia.
Sumarno menjelaskan, integritas tidak akan bisa tegak apabila pemimpinnya sendiri rusak atau tidak berintegritas. Rusaknya pemimpin yang tidak berintegritas itu akan menjalar.
Sebagai gambaran, pemimpin yang minta setoran akan mendorong bawahannya untuk berupaya memenuhi permintaan itu dengan cara apapun.
"Kondisi seperti itu seakan mendapat legitimasi untuk curang, karena diperintah. Kondisi itu akan rusak, ketika pimpinan yang melihat praktik itu tidak berani menegur," jelasnya. (*)