KAJEN - DPRD Kabupaten Pekalongan menggelar rapat gabungan pimpinan Dewan dan Komisi A, B, C, dan D dengan BPJS Kesehatan cabang Pekalongan, rumah sakit, IDI, dan Dinas Kesehatan, di Rang Rapat Komisi D, Senin (4/11) siang.
Dalam rapat ini berbagai persoalan dan keluhan terkait pelayanan BPJS dikupas, mulai dari kenaikan iuran BPJS yang drastis pada tahun 2020, layanan BPJS di faskes dan rumah sakit, hingga klarifikasi adanya informasi pembatasan rujukan pasien BPJS.
Ketua DPRD Kabupaten Pekalongan Hindun, menyatakan, rapat gabungan dengan BPJS itu untuk mengklarifikasi tentang pembatasan rujukan, karena ada masukan berupa pernyataan sikap dari IDI. "Hal ini dijawab Kepala BPJS akan dikomunikasikan dengan IDI Pekalongan. Mudah-mudahan bisa clear dan masyarakat bisa dilayani BPJS dengan baik," ujar Hindun.
Dikatakan, fakta di lapangan banyak kejadian-kejadian atau keluhan masyarakat, termasuk pelayanan BPJS.
"Belum lagi kenaikan BPJS yang sangat drastis. Ini sangat menyusahkan sekali masyarakat kita. Oleh karena itu, DPRD akan mengusulkan kebijakan-kebijakan ke pemerintah pusat dalam hal ini DPR RI agar disampaikan ke kementerian terkait termasuk BPJS yang ada di pusat," ujar dia.
Pelayanan di rumah sakit, lanjut dia, juga perlu disinergijan terus menerus dengan BPJS maupun Dinkes. "Saya tidak ingin masyarakat kita tidak terlayani dengan baik, namun aturan harus ditegakkan juga," katanya.
Ketua Komisi D Kholis Jazuli, agak keras menyoroti kenaikan iuran BPJS pada tahun 2020 nanti. Menurutnya, di Kabupaten Pekalongan ada 900 ribu lebih masyarakat yang sebagian akan terbebani dengan kenaikan yang drastis tersebut.
"Negara atau BPJS tidak konsekuen. Ini kebutuhan dasar, urusan wajib yang harus ditanggung negara. Di bidang pendidikan, agak bagus. Namun melangkah kesehatan sudah monopoli tapi tidak bertanggung jawab," tandas dia.
Dikatakan, pelayanan kesehatan semuanya harus ikut BPJS, sehingga dinilainya sebagai bentuk monopoli. "Semua harus miliki Kartu Indonesia Sehat di tahun 2020. Jamkesda tidak bisa dianggarkan. Pelayanan masih banyak keluhan, tapi sudah menaikkan. Dia ngejar hak terus, bukan mengejar kewajiban," ujarnya.
Komisi D pun mengaku pernah mengalami pengalaman buruk saat kunker ke BPJS Pusat. Menurutnya, sebagai wakil rakyat yang mengemban amanah untuk menyampaikan aspirasi dan keluhan masyarakat pihaknya justru tidak ditemui oleh perwakilan BPJS Pusat. "Kita sampai ngamuk ditelantarkan 2 jam, tidak mau menemui. Alasannya macam-macam," keluh dia.
Menurutnya, persoalan BPJS banyak mencuat setelah mengalami kerugian. Namun, kata dia, negara mau bantu masyarakat harusnya tidak itung-itungan untung rugi.
"Awalnya kayaknya sangat bagus, setelah ada info rugi aturan tambah sulit," tandas dia.
Sementara itu, anggota Komisi D lainnya, Endang Suwarningsing, menyampaikan, BPJS menaikkan harga 100 persen, padahal pelayanan belum maksimal. Menurutnya, banyak aturan yang dibuat, sehingga penyakit tidak terkover. Dengan kenaikan harga itu, lanjut dia, bagaimana nasib masyarakat yang tidak mampu membayarnya karena alasan ekonomi.
"Kami hanya tidak ingin masyarakat dipersulit oleh BPJS," tandas Endang.
Kepala BPJS Pekalongan Dody Pamungkas, menyatakan, masyarakat yang ingin turun kelas dipersilahkan. Sedangkan yang menentukan miskin atau tidak ranahnya di pemda. Ia juga menyatakan, tidak ada pembatasan rujukan. BPJS, ujar dia, tidak melakukan intervensi medis. (had)