*Usaha Taplak Batik
KOTA - Siang itu, Muhammad Palal terlihat sibuk menggebuk bagian kain yang tertutupi malam. "Ini untuk memberikan kesan retak pada kain. Saat pewarnaan, retak pada malam ini akan dimasuki warna sehingga ada efek retak saat sudah jadi," kata Palal menjelaskan aktivitas yang tengah dikerjakannya.
Kain yang dia gebuk adalah selembar taplak meja yang tengah dalam proses pengerjaan. Taplak meja memang menjadi produk utama dalam usaha batik miliknya yang baru lima bulan terakhir berproduksi kembali. Sebelumnya, selama lebih dari 1,5 tahun usahanya mati suri. Pandemi Covid-19 yang merebak ditambah adanya Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) membuat usahanya berhenti total.
Saat itu tak ada yang bisa dikerjakan karena usaha miliknya memang bergantung pada pesanan dari konsumen. Diterapkannya PPKM, membuat banyak toko yang menjadi langganannya sementara berhenti memesan.
Dia sempat terhenyak. Pesanan senilai Rp2 juta sampai Rp5 juta yang rutin diterima, lenyap seketika. Pranggok tempatnya beraktivitas di wilayah Kelurahan Bendan Kergon, juga ditutup sementara waktu. Dia bersama sang istri, Murniati, hanya berdiam diri di rumah. Terus berupaya menjaga kesehatan sembari berdoa pandemi lekas berlalu.
Kini setelah ekonomi berangsur pulih, Palal kembali sibuk. Meski pesanan tak sederas sebelum pandemi namun dia tetap bersyukur. Selama usahanya berhenti, Palal mengaku tak banyak mengeluh. Pria 70 tahun ini hanya terus berharap dan berusaha agar tetap diberi kesehatan di tengah merebaknya Covid-19. Dia sadar bahwa tak hanya usaha miliknya yang terdampak tapi banyak usaha dan kegiatan ekonomi lain yang juga berhenti.
"Untung saya dan istri tak memiliki banyak tanggungan, seperti hutang atau cicilan barang, itu tidak ada. Sehingga saat itu ya kami gunakan uang tabungan untuk hidup dan membantu anak atau cucu yang mau sekolah. Alhamdulillah sekarang sudah mulai ada pesanan kembali," katanya.
Taplak meja yang diproduksinya, dijual dengan harga mulai dari Rp75 ribu. Langganannya adalah toko-toko dari luar kota mulai dari Cirebon sampai Jakarta. Dari setiap pesanan yang masuk, diselesaikannya dalam waktu dua minggu. Rata-rata dalam satu bulan, dia mendapat dua kali paket pesanan dengan nominal beragam. Palal memang terbiasa menghitung pesanan menggunakan nominal rupiah, bukan jumlah lembar kain yang diproduksi.
Saat kembali mendapat pesanan, Palal menggunakan uang tabungannya dan bantuan dari sejumlah lembaga sebagai modal awal kembali memulai usaha. Dalam kondisi yang belum sepenuhnya pulih, dia mengakali biaya produksi dengan memangkas biaya karyawan yang tidak dibutuhkan agar usaha tetap berjalan. Untuk bagian produksi yang bisa dikerjakannya sendiri, dia tak memanggil karyawan. Tapi untuk beberapa bagian lain yang membutuhkan tenaga besar, dia tetap menggunakan jasa orang lain.
"Untuk nglorod (proses pencairan malam dari kain), itu butuh tenaga besar sehingga saya panggil karyawan. Karena biayanya tidak sedikit, per hari itu Rp80 ribu plus makan untuk satu orang. Jadi karyawan kami panggil saat proses nglorod saja. Sisanya saya dan istri yang kerjakan," jelas Palal.
Murniati (67), istri Palal, mengaku bersyukur usaha batiknya kini bisa jalan lagi. Sama seperti Palal, Murniati mengaku tak banyak mengeluh saat usahanya berhenti karena pandemi. "1,5 tahun berhenti, ya bagaimana lagi karena kondisinya memang sepeti itu. Alhamdulillah kami tetap diberi kesehatan. Kami juga tak punya hutang dan cicilan jadi tidak merasa banyak terbebani," katanya.
Kesabaran selama 1,5 tahun perlahan mulai terbayar. Dia dan suaminya kini sudah beraktivitas kembali di pranggok. Pesanan demi pesanan dari langganan sudah kembali masuk. Jumlahnya baru sekitar setengah dari jumlah pesanan rutin yang diterimanya sebelum pandemi.
Menurutnya, memang tak mudah melalui kondisi tersebut. Namun dengan masih diberi kesehatan, dikatakan Murniati dia dan suami bisa kembali menjalankan usaha dan mencoba bangkit lagi. "Ya mungkin karena tanggungan kami tidak besar jadi tidak terlalu terbebani. Semoga kondisinya kembali pulih lagi jadi semua usaha bisa jalan lagi," harap Murniati.(nul)