Meneguk Limun Beruap, Setumpuk Kenangan Turut Menyeruak

Kamis 18-06-2020,15:40 WIB

**Melihat Sejarah Minuman Khas Pekalongan yang Sudah Seabad Berdiri

KEMBALI JAYA - Bernardi, generasi kelima pendiri Limun Oriental terus melakukan inovasi untuk membangkitkan kembali usaha kakek buyutnya.

Sebuah produk minuman yang akrab dengan masyarakat Kota Pekalongan baik di masa lalu maupun masa kini. Tahun ini, Limun Orienal menapaki usianya yang sudah mencapai satu abad.

MELIHAT sekilas warna-warni cairan dalam kemasan botol itu, akan membawa kenangan kembali terlempar masa lalu. Botol dengan cap khas nyonya siluet memang seakan sudah terpatri dalam bagian kecil ingatan masyarakat Pekalongan. Limun Oriental, memang cukup akrab dalam ruang sosial masyarakat di era 90-an. Bukan hanya soal rasa, namun karena banyaknya momen di mana minuman yang kini berusia tepat satu abad tersebut seringkali hadir.

"Dulu saat lebaran pasti ada minuman itu," ungkap seorang rekan sesaat setelah melihat unggahan foto beberapa botol Limun Oriental yang berjejer di media sosial. Yang lainnya pun menimpali, "Jika ada hajatan paling suka kalau ada Limun Oriental,". Atau muncul pertanyaan "Sekarang belinya di mana dan harganya berapa,".

Sempat meredup selama puluhan tahun, Limun Oriental kembali eksis sekitar lima tahun lalu. Melalui pengelolaan dan sistem pemasaran yang disesuaikan tren terkini, Limun Oriental ingin menguatkan identitasnya sebagai minuman khas Pekalongan.

Limun Oriental pertama kali didirikan oleh Njoo Giok Lin pada 1920. Atau 50 lebih awal sebelum minuman bersoda produksi luar negeri menyerbu Indonesia. Pertama kali didirikan, merek yang dipasang bukan Oriental melainkan 'Aer Belanda' atau lebih sering banyu londo dalam bahasa Jawa. Beberapa tahun selanjutnya, nama merek kembali diubah menjadi 'Bintang Timur' dan baru pada tahun 1970-an, Oriental menjadi merek tetap hingga saat ini.

Pendiri usaha, pertama kali membangun pabrik di wilayah Kedungwuni, Kabupaten Pekalongan. Namun tiga tahun kemudian pabrik di pindahkan ke wilayah Bugisan, Kota Pekalongan. "Lokasinya tepat di sini. Jadi dari dulu hingga sekarang pabriknya tidak banyak berubah. Semua alatnya yang digunakan untuk produksi juga tetap sama," ungkap pengelola Limun Oriental, Bernardi.

Dia yang merupakan generasi kelima dari pendiri usaha, memang melakukan beberapa inovasi untuk kembali membangkitkan brand Limun Oriental. Sejak 2017 lalu, Bernardi mendirikan kedai di beranda rumahnya, yang merupakan rumah warisan turun temurun dari sang kakek.

Setting kedainya pun dia sesuaikan dengan kekuatan utama Limun Oriental, yakni memunculkan kembali kenangan masa lalu ke masa kini. Berbagai barang antik peninggalan orang tuanya terdahulu, sengaja dia pajang di beberapa sudut kedai. Kondisi beranda rumah juga dibiarkan apa adanya sesuai dengan desain awal.

Strategi itu terbukti jitu. Tren dan kebiasaan anak muda masa kini yang suka nongkrong, seakan diwadahi dalam tempat yang tepat. Menikmati minuman segar sekaligus merasakan suasana peninggalan masa lampau.

"Sekitar tahun 1980-an, penjualan Limun Oriental sempat meredup karena banyak merek minuman bersoda produksi luar negeri masuk ke Indonesia. Kami memang tidak sampai tutup, tapi penjualan turun drastis. Kami hanya melayani pesanan-pesanan lokal saja," tuturnya. Kondisi itu berlangsung hingga tahun 1990-an sebelum akhirnya pada tahun 2000-an penjualan kembali menggeliat.

Momentum membangkitkan usaha kembali dia dapatkan pada tahun 2015. Ramai media sosial dia optimalkan betul untuk turut memasarkan kembali Limun Oriental. Sejak saat itu Limun Orienal mulai tersebar kemana-mana. Dengan kemampuan produksi 2.400 botol per hari, kini Limun Oriental sudah menembus pasar sejumlah kota mulai dari Jakarta, Semarang, Malang hingga Yogyakarta.

Kini, Limun Oriental juga ditawarkannya sebagai buah tangan khas Pekalongan. Dia membuat kemasan ekonomis dalam kardus yang dapat ditenteng atau dikirim kemanapun.

Tak ingin berhenti di situ, Bernardi juga ingin ekspansi lebih jauh. Dia menargetkan membangun pabrik di Semarang tahun depan. Pabrik di Pekalongan, juga ingin direnovasi untuk meningkatkan kapasitas produksi dan menguatkan kesan higienis dalam prosesnya. Tentu tanpa menyentuh ciri khas yang sudah turun-temurun bertahan.

"Rencananya tahun depan saya akan renovasi pabrik dan akan membangun pabrik baru di Semarang untuk memenuhi permintaan pasar di sana. Sekarang sedang proses mencari lahan," ungkapnya.

Tags :
Kategori :

Terkait