iklan banner Honda atas

Tak Bisa Kembali ke Tiongkok Karena Pandemi, Pilih Buka Kursus Gratis

Tak Bisa Kembali ke Tiongkok Karena Pandemi, Pilih Buka Kursus Gratis

*Tak Bisa Kembali ke Tiongkok Karena Pandemi, Pilih Buka Kursus Gratis

Sudah sedari 2011 pasangan suami istri asal Desa Sendang Wonotunggal, Arif Hidayat (37) dan Lia Amelia (36) merantau di negeri tirai bambu Tiongkok. Pasca pandemi Covid-19 yang melanda Tiongkok Februari lalu, pasangan yang berprofesi sebagai dosen di salah satu perguruan tinggi di Tiongkok ini pun tidak dapat kembali mengajar karena pandemi Covid-19. Mereka pun merintis Desa Mandarin di Desa Sendang, Wonotunggal, Batang.

KASUS covid-19 yang hingga kini belum berakhir pun memaksa keduanya untuk menetap lebih lama di tanah kelahiran mereka. Apalagi selama pandemi ini keduanya diperbolehkan untuk mengajar secara online.

"Kami pulang liburan musim dingin Desember 2019. Namun di Tiongkok pada Februari 2020 dilanda pandemi Covid-19, dan kami tidak bisa kembali. Kami diizinkan mengajar secara online di rumah," ucapnya, Selasa (17/11/2020)

Karena sudah menjadi kebiasaan untuk mengajar di depan mahasiswanya, mereka pun ingin menyalurkan kebiasaan mereka itu di kampung halamannya. Hingga akhirnya tercetus ide untuk mendirikan Desa Mandarin.

"Sebenarnya memang kami punya cita-cita memberikan ilmu ke anak-anak desa. Dan kami berpikir ketika kembali ke tanah air menjadi momentumnya," jelasnya.

Adapun Arif dan Amelia sudah tinggal di Tiongkok sejak 2011, dan menjadi pengajar di universitas sejak 2014 silam.

Sementara itu Amelia menerangkan, peluang kerja jika menguasai Bahasa Mandarin sangat besar, apalagi ia mendengar Batang akan menjadi surga investasi, di mana skill bahasa mandarin akan sangat dibutuhkan.

"Banyak sekali perusahaan asal Tiongkok mencari orang yang bisa berbahasa mandarin. Bagi kami hal itu menjadi peluang untuk masyarakat, dan kami punya cita-cita mengajarkan ilmu yang sudah kami miliki jadi kami buka kursus ini," imbuhnya.

Ia menambahkan, memang sengaja tak memungut biaya dalam kursusnya, karena menurutnya masyarakat sangat butuh skill tersebut.

"Harapan kami masyarakat bisa menguasai bahasa mandarin, karema orang Tiongkok saja bisa bahasa Indonesia, dan bekerja di tanah air dengan upah tinggi. Tentunya orang Indonesia juga punya peluang tersebut untuk meningkatkan harkat dan martabat bangsa ini," tambahnya.

Meski demikian alasan keduanya menggelar kursus bahasa mandarin di Desa Sendang, terbilang sulit diterima oleh manusia normal. Pasalnya, Arif dan Amelia melepaskan pekerjaan mereka sebagai dosen di Hainan college, dan Guangxi University for Nationalities. Bahkan keduanya menolak untuk diperpanjangan kontrak oleh pihak universitas, dan memilih membuka kursus bahasa mandarin secara cuma-cuma di desa.

Terlihat puluhan anak-anak berkumpul di sebuah bangunan yang ada di Desa Sendang, untuk mengikuti kursus bahasa mandarin. Keriangan anak-anak sangat terasa dalam kegiatan tersebut, pasalnya pembelajaran diisi dengan nyanyian, menulis dan cerita. Kursus tersebut bisa diakses oleh anak-anak secara gratis alias cuma-cuma.

Beberapa anak-anak juga sangat menikmati pembelajaran yang diampu oleh pasutri ini. Bahkan dalam tempo waktu kurang dari dua pekan, mereka sanggup menerapkan bahasa mandarin dasar ke keseharian.
Julia Wulandari (9) satu di antaranya, bahkan saat ditanya nama, ia menjawab dan memberi salam menggunakan bahasa mandarin.
Menurut Julia, tak hanya bisa belajar bahasa mandarin, ia jiga diajari mengenal tulisan mandarin.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber: