Pelaku Penyiraman Air Keras ke Istri dan Ibu Mertua Divonis 10 Tahun

Pelaku Penyiraman Air Keras ke Istri dan Ibu Mertua Divonis 10 Tahun

  • Lebih Berat dari Tuntutan Jaksa
SIDANG - Korban penyiraman air keras turut menyaksikan proses persidangan dengan agenda pembacaan putusan terhadap terdakwa oleh majelis hakim di PN Pekalongan, Senin (11/11). WAHYU HIDAYAT

KOTA - Ruslam alias Bolot (32), pelaku penyiraman air keras terhadap istri dan ibu mertuanya dijatuhi vonis pidana penjara selama 10 tahun oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Pekalongan, dalam sidang putusan yang digelar di PN setempat, Senin (11/11).

Putusan majelis hakim ini lebih berat dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Kajen Kabupaten Pekalongan, yang menuntut terdakwa dengan pidana penjara selama delapan tahun. Sebelumnya, JPU mendakwa terdakwa dengan dakwaan primer sesuai Pasal 44 ayat (2) UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT, dan dakwaan sekunder Pasal 44 ayat (1) UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT, atau Pasal 351 ayat (1) KUHP.

Dalam sidang perkara Nomor 283/Pid.Sus/2019/PN Pkl tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang dipimpin Hakim Ketua Utari Wiji SH dengan anggota Setyaningsih SH dan Danang Utaryo SH MH itu, majelis hakim menyatakan bahwa terdakwa secara sah dan meyakinkan terbukti bersalah melakukan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga yang mengakibatkan korban luka berat.

"Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukam tindak pidana kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga yang mengakibatkan korban luka berat sebagaimana dalam dakwaan ke satu primer dari penuntut umum. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana penjara selama sepuluh tahun, dikurangi masa tahanan yang telah dijalani," jelas Hakim Ketua.

Selain divonis 10 tahun penjara, terdakwa juga dibebani untuk membayar biaya perkara. Sedangkan barang bukti dirampas untuk dimusnahkan.

Sebelum membacakan amar putusannya, majelis hakim juga mengyampaikan hal-hal yang memberatkan maupun meringankan dari terdakwa. Hal-hal yang memberatkan, diantaranya perbuatan terdakwa meresahkan masyarakat, dilakukan terhadap istri dan mertua yang seharusnya dilindungi dan disayangi, saksi korban tidak memaafkan perbuatan terdakwa, terdakwa tidak mempunyai itikad baik membantu biaya pengobatan dan perawatan kedua korban, perbuatan terdakwa mengakibatkan kedua korban mengalami cacat fisik, terdakwa melarikan diri setelah melakukan perbuatannya, dan terdakwa sudah pernah dihukum. "Sedangkan hal-hal yang meringankan terdakwa berterus terang selama menjalani pemeriksaan di persidangan," ungkap hakim.

Sebelumnya, majelis hakim juga menyampaikan fakta di persidangan bahwa terdakwa terbukti telah merencanakan dengan matang perbuatannya. "Terdakwa sudah menunggu saksi korban di rumah korban dan telah menyiapkan air keras di belakang rumah saksi korban. Begitu saksi korban sampai di rumah, terdakwa langsung menyiramkan air keras tersebut kepada korban. Maksud dari terdakwa adalah agar saksi korban yakni Ika Puji Rahayu cacat seumur hidup," kata majelis hakim.

Putusan dari majelis hakim yang memvonis terdakwa dengan pidana penjara selama 10 tahun itu sendiri merupakan pidana maksimal sebagaimana yang diatur dalam Pasal 44 ayat (2) tentang Penghapusan KDRT.

Usai mendengarkan pembacaan vonis majelis hakim tersebut, JPU tidak memberikan tanggapan. Demikian pula dengan penasehat hukum dari terdakwa.

Kedua Korban Menyaksikan Sidang

Proses sidang tersebut disaksikan pula oleh kedua korban, Ika Puji Rahayu (32) dan Khoyimah (41), serta Suhaimi, ayah dan suami korban. Kedatangan mereka didampingi oleh LBH Kompak Kota Pekalongan.

Meski belum sembuh dari lukanya, kedua korban ingin menyaksikan langsung pembacaan vonis terhadap terdakwa. Ika Puji Rahayu datang dengan kondisi tangan kanan masih dibalut perban. Pada wajah dan tangannya masih terlihat jelas luka parut bekas luka bakar.

Sementara, korban atas nama Khoyimah, bahkan harus datang menyaksikan persidangan sembari duduk di kursi roda. Dia mengalami luka bakar di kaki, punggung, pinggang, dan wajah.

Usai persidangan, korban, Ika Puji Rahayu, mengaku dirinya sebenarnya masih keberatan dengan vonis terhadap terdakwa. "Sebenarnya masih keberatan. Sebab dia nggak ada kata maaf. Dia sama sekali tidak peduli, dan tidak mengakui anaknya sendiri," ungkapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: