Banjir Rob Tak Tertangani, Potensi Kerugian Rp17,64 Triliun

Banjir Rob Tak Tertangani, Potensi Kerugian Rp17,64 Triliun

TIRTO - Persoalan banjir dan rob di wilayah pesisir Pekalongan perlu diatasi secara efektif. Potensi kerugian akibat banjir dan rob pada tahun 2020 diprediksi Rp 6,9 triliun, tahun 2025 sebesar Rp 17,64 triliun, tahun 2035 sebesar Rp 23,73 triliun bila diasumsikan tidak ada intervensi yang efektif yang dilakukan untuk mengurangi risiko. Data itu berdasarkan hasil kajian LSM Mercy Corps Indonesia yang diperoleh Radar dari Bappeda dan Litbang Kabupaten Pekalongan.

LSM Mercy Corps Indonesia memaparkan sejumlah fakta. Di antaranya, pada awal tahun 2021 Kabupaten Pekalongan dilanda banjir besar selama tiga minggu. Per tanggal 17 Februari 2021, terdapat lima kecamatan terdampak banjir. Di antaranya, Kecamatan Tirto (9 desa), Siwalan (6 desa), Wonokerto (11 desa), dan Kecamatan Wiradesa (3 desa). Jumlah terdampak banjir di awal tahun itu adalah 12.085 unit rumah, 13.993 keluarga, 45.753 jiwa, dan menciptakan pengungsian internal sebanyak 2.533 jiwa. Luasan area terdampak diperkirakan 3.905,43 hektar, dan menciptakan kerugian Rp 1.552.509.000.

LSM internasional ini juga memprediksi pada tahun 2020 ada 13 desa terdampak banjir. Kondisi ini diprediksi menjadi 14 desa di tahun 2025, 17 desa di tahun 2030, dan pada tahun 2035 menjadi 17 desa di Kabupaten Pekalongan akan tergenang di Kabupaten Pekalongan.

Dalam ulasannya, karakteristik banjir di Kabupaten Pekalongan akan mengikuti kombinasi antara dinamika iklim beserta faktor hidrometeorologi, laju penurunan muka tanah (land subsidence), faktor geologis, dan tingkat kerentanan yang ada pada wilayah dan masyarakat.

Prediksi curah hujan 2021-2035 cenderung menunjukkan penurunan kejadian hujan ekstrem, namun jumlah hari hujan >20mm per hari meningkat signifikan. Laju penurunan tanah di wilayah kajian menunjukkan median 16,5 cm/tahun. Wilayah pesisir mengalami penurunan tanah paling tinggi (sampai 34,5 cm/tahun), meski ada juga yang berada di tengah. Rerata kenaikan muka air laut adalah 5,5 mm/tahun (berdasarkan data observasi historis dan altimetri), sedangkan menggunakan kombinasi observasi dan luaran RCP4.5 rerata kenaikan muka air laut di wilayah Pekalongan adalah 8,1 mm/tahun. Maka tahun 2040 ketinggian muka air laut diperkirakan 130 cm.

Indeks Risiko Banjir di Pekalongan yang berkategori Tinggi tidak berkesesuaian dengan Tingkat Kapasitas Adaptif yang Sedang dan Persepsi Risiko yang Rendah. Kerentanan terbesar dari dampak berasal dari aspek mata pencaharian, sakit dan penyakit, sosial ekonomi dan kebutuhan air.

Sejumlah pihak pun ikut bergerak untuk menyelamatkan wilayah pesisir. Polri melakukan gerakan penghijauan dengan tagline Polda Jateng Mageri Segoro. Cabang Dinas Kehutanan IV Pekalongan ikut andil melakukan aksi penanaman bakau dan pemberdayaan masyarakat pesisir.

Kepala CDK IV Pekalongan Hasan Basri, kemarin, mengatakan, BP DAS Pemali Jratun tahun 2021 ada kegiatan kebun bibit rakyat sejumlah 50 ribu bibit bakau. Kegiatan itu sudah berjalan, dan saat ini mulai kegiatan penanaman. "Sebenarnya itu kendalinya di BP DAS Pemali Jratun hanya ditempatkan di Cabang Dinas Kehutanan dan kelompok tani hutan binaan kita. Sehingga kita ikut merencanakan kemana sih 50 ribu bibit tersebut," katanya.

Puluhan ribu bibit bakau itu rencana ditanam di sekitar Desa Jeruksari dan Mulyorejo. Karena jumlahnya hanya sedikit, konsentrasi penanamannya akan ada di Mulyorejo.

"Penanaman melibatkan seluruh elemen masyarakat dalam rangka pembelajaran dan memupuk rasa kepedulian lingkungan," ungkap dia.

Salah satunya juga untuk mendukung desa wisata mangrove di Mulyorejo. Di desa itu, kata dia, ada suatu kawasan mangrove yang dulunya adalah tambak-tambak yang tergenang banjir rob. Para tokoh dan pemuda di situ merencanakan untuk mengembangkannya menjadi suatu kawasan wisata. "Saya kira tidak salah. Tujuan kami menanam mangrove tujuan utamanya untuk pencegahan abrasi dan menghijaukan lingkungan. Jika itu dibuat wisata sah-sah saja karena memang tujuannya awal saat berdiskusi dengan teman-teman di Mulyorejo untuk sekolah mangrove. Tujuannya agar masyarakat bisa berperan serta secara langsung atau tidak langsung untuk menanam mangrove agar melindungi abrasi," ujarnya.

Namun tujuan utamanya memang untuk penghijauan dan cegah abrasi, serta meningkatkan kesadaran masyarakat melalui desa wisata tersebut. Apalagi persoalan abrasi di pesisir perlu penanganan serius.

"Menurut studi yang ada yang kami sadur dari teman-teman. Yang kemarin juga ada penelitian dari teman-teman ITB bahwa cekungan Pekalongan turun setiap tahunnya. Kondisi turun itu memasukan air laut ke daratan. Dalam usaha kemampuan manusia untuk menahan itu dengan cara penanaman mangrove. Salah satunya. Itu upaya konservasi vegetatif. Yang lebih ekstrem lagi dengan bangunan konservasi teknis. Itu yang kita coba untuk menahan itu walaupun itu kondisi alam," tandasnya.

Pihaknya juga melakukan pemberdayaan masyarakat. Bagaimana masyarakat bisa lebih adaptif menghadapi kondisi alam tersebut. (had)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: