Bolos 6 Bulan, Kadus di Mesoyi Terancam Diberhentikan
*PPDRI Berharap Tetap Ada Pendekatan Humanis
TALUN - Salah satu kepala dusun (Kadus) di Desa Mesoyi terancam diberhentikan dari jabatannya karena tindak disipliner. Yang bersangkutan diketahui sudah tidak melaksanakan tugas kerjanya selama enam bulan terkahir.
Data yang dihimpun Radar menyebutkan, perangkat desa tersebut tidak melaksanakan kuwajibannya berangkat ke balai desa enam bulan terkahir usai kontestasi Pilkades di Desa Mesoyi. Diketahui, kadus tersebut kalah meraup suara dalam pilihan kepala desa di Bulan Nobember 2019 lalu.
Kepala Desa Mesoyi, M Yahya, kepada Radar menjelaskan, pihaknya telah melayangkan surat teguran pertama, namun tidak diindahkan hingga muncul surat teguran yang kedua. Namun hingga batas waktu surat peringatan (SP) 1 dan 2 dilayangkan sebagaimana ketentuan yang ada, sampai saat ini belum juga ada itikad baik dari pihak terkait untuk menyelesaikan permasalahannya degan warga.
"Sesuai dengan aturan, kami Pemerintah Desa Mesoyi telah melayangkan surat, namun dari pihak yang bersangkutan tidak ada tanggapan sama sekali," ungkap Yahya, baru-baru ini.
Sementara tokoh pemuda Desa Mesoyi, Yusuf, meminta agar pemerintah desa tegas dalam menjalankan tugas dan kewajibannya terkait tindakan insidipliner perangkat desa.
"Kades harus tegas dalam menyatakan sikap, jangan sampai kekosongan perangkat akan merugikan kinerja pemerintah desa," tandasnya.
Yusuf menyarankan pihak terkait, yakni kadus yang dinilai telah enggan bekerja kembali hendaknya umengundurkan diri saja, sehingga Pemdes Mesoyi bisa segera melaksanakan tahap seleksi perangkat desa. "Jika memang sudah bosan jadi kadus ya mundur saja, jangan nggantung yang justru akan merepotkan pemerintah desa," tegasnya.
Dihubungi terpisah, Sekjen Persatuan Perangkat Desa Seluruh Indonesia (PPDRI) Kabupaten Pekalongan, Ajunis menjelaskan, secara aturan perangkat desa selama 60 hari berturut-turut tidak menjalankan tugansya (berangkat) secara mekanisme dapat teguran 1, 2, 3 (lisan) dan secara tertulis 1,2 dan 3. "Terlepas dari unsur latar belakang apapun hendaknya harus ada pendekatan persuasif di luar sistem aturan yang ada," ujarnya.
Ajunis mengatakan, aturan memang harus ditegakkan. Namun demikian, pemdes diharapkan tetap mengedepankan kebijakan yang humanis dalam rangka menciptakan pengelolaan pemerintahan desa yang good and clean governance.
Adapun mekanismenya, lanjut dia, dilakukan teguran lisan 1,2, dan 3 dulu. Jika tidak ada perbaikan, maka dilayangkan teguran tertulis sebanyak tiga kali pula. Kalau belum juga ada upaya perbaikan, maka dilakukan skorsing 1 dan 2. "Kalau setelah diskors satu dan dua masih juga membandel, ya diberhentikan. Tetapi interval waktunya harus jelas dan terdokumentasi dengan baik," tukasnya.
Meski mendukung pelaksanaan aturan, Ajunis tetap berharap pendekatan humanis tetap diupayakan lebih dulu. "Tentu saja dengan tidak mengabaikan aturan hukum yang ada. Tetapi pendekatan yang bijaksana kadang lebih dibutuhkan, terutama demi menjaga kondusivitas politik masyarakat desa," pungkasnya. (jun)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: