Disabilitas dan Tak Bisa Jalan, Farid Butuh Uluran Tangan
*Orang Tua Tak Mampu, Pengobatan Terganjal Tunggakan BPJS
KENDAL - Muhammad Farid Atallah (7), penyandang disabilitas asal Desa Brangsong, RT 23, RW 8 Kecamatan Brangsong, lahir prematur kini belum bisa berdiri dan jalan. Kedua kaki anak dari pasangan Wahyudi (40) dan Listiyani (39) itu tidak mampu menopang berat badan secara sempurna, sehingga dalam keseharianya hanya bisa merangkak. Untuk berkegiatan sekolah, anak tunggal itu mengandalkan bantuan ibunya untuk antar jemput.
Keterbatasan itu tidak menyurutkan semangatnya untuk tetap belajar dengan tekun. Saat ini, dia duduk di bangku kelas 1 SDN 2 Brangsong. Dengan segala keterbatasan yang dimiliki, Farid dikenal sebagai anak yang cerdas.
Keterbatasan ekonomi orang tuanya menjadi alasan Farid hingga saat ini belum mendapatkan pengobatan medis yang maksimal. Ayahnya hanya bekerja serabutan dengan penghasilan pas-pasan untuk kebutuhan makan keluarga. Ibunya hanya ibu rumah tangga, waktunya dihabiskan untuk mengurusi pekerjaan rumah, merawat dan menjaga anak semata wayangnya tersebut.
Segala usaha sudah dicoba kedua orang tuanya dengan membawa anaknya ke beberapa pengobatan alternatif. Namun, hasilnya tetap nihil. Bahkan ikhtiar berobat ke rumah sakitpun coba dilakukan, namun tak bisa mengakses layanan kesehatan akibat masih adanya tunggakan BPJS Kesehatan hingga jutaan rupiah atas nama anaknya tersebut.
Meskipun sudah mengantongi surat keterangan tidak mampu (SKTM) dari pemerintah desa setempat, namun anaknya tetap saja tidak bisa terlayani sebelum tunggakan dibayar. Sementara orang tuanya tak sanggup jika harus melunasi semua tunggakan itu.
Ayah Farid, Wahyudi bercerita, anak tunggalnya lahir dalam keadaan prematur pada 2014 silam. Saat itu, didaftarkan BPJS Kesehatan mandiri dengan angsuran Rp 25.500 per bulannya untuk menjamin kesehatan sang anak ke depan. Kondisi ekonomi yang semakin sulit mengakibatkan tunggakan beberapa tahun hingga mencapai jutaan rupiah.
"Lahir prematur. Waktu itu, satu tahun saya bisa bayar angsuran BPJSnya, tapi setelah itu tidak sanggup lagi. Penghasilan ndak mesti ada, karena kerjaan serabutan," katanya, Senin (11/4/2022).
Dalam kurun waktu 7 tahun terakhir, keluarga Wahyudi beberapa kali mendapatkan bantuan dari pemerintah dalam bentuk uang tunai. Mulai dari bantuan Rp 300.000 hingga Rp 600.000 per bulan. Hanya saja, bantuan yang ada terpakai untuk mencukupi kebutuhan harian keluarga. Sementara alat bantu jalan untuk Farid belum bisa dipenuhi.
"Dengan harapan bisa diperiksa, saya coba bawa ke RSUD Suwondo Kendal. Berbekal SKTM saja tidak bisa dilayani. Karena masih ada tunggakan BPJS Kesehatan anak. Tidak ada uang untuk melunasinya. Sebagai orangtua hanya berharap anak saya dapat penanganan medis, itu saja," timpal Wahyudi.
Keluarga Wahyudi berharap, pemerintah desa maupun pemerintah kabupaten bisa membantu meringankan beban keluarga dalam memberikan pengobatan terbaik kepada anaknya.
Kepala Desa Brangsong, Moh Asnawi menyampaikan, pihak pemerintah desa telah mengusulkan 500 lebih program Penerima Bantuan Iuran (PBI) BPJS kesehatan gratis, program pemerintah untuk masyarakat miskin dan tidak mampu. Pihaknya akan mengecek dan mengusahakan bantuan semaksimal mungkin untuk keluarga Farid dan semua warga Barangsong yang membutuhkan bantuan.
"Kami akan ajukan BPJS pemerintah program PBI gratis. Kalau tidak bisa, kami usahakan agar keluarga bisa mengakses layanan kesehatan. Baik itu dengan SKTM, maupun dengan cara lain," katanya. (lid)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: